[Foto: Istimewa]

Stroke adalah penyakit yang sangat menakutkan. Sekalipun posisinya sebagai penyakit pembunuh nomor tiga di dunia, stroke dinilai penyakit yang amat “menyiksa”. Sebab, stroke penyebab kecacatan, bahkan kematian pada manusia.

Banyak orang yang setelah terkena stroke menjadi putus asa dan tidak memiliki lagi semangat hidup. Namun demikian pihak kedokteran terus melakukan berbagai upaya pengobatan dan pencegahan terhadap penyakit yang dulu banyak menyerang orang yang sudah berusia 60 tahun.

Dengan munculnya berbagai gaya hidup yang kurang baik di masyarakat, keberadaan penyakit ini juga bergeser. Kini stroke bisa menyerang mereka yang masih berusia muda. Pada usia yang masih sangat produktif. Ini betul-betul sebuah ancaman yang serius.

Stroke itu sendiri menurut dr George Dewanto SpS, Neurologist dari Siloam Hospitals West Jakarta, adalah adanya gangguan vaskuler pembuluh darah di otak yang regional sehingga menimbulkan gejala neurology local (setempat).

Pada tingkat dunia, serangan stroke di belahan dunia Amerika dan Eropa Barat kecenderungannya menurun. Tetapi, di Eropa Timur dan Asia justru meningkat. “Kecenderungan ini terjadi, karena di dunia Barat, pencegahan terhadap stroke sudah berjalan baik. Mereka sadar lebih baik mencegah dari pada mengobati,” ungkap George.

Berbagai penyebab yang bisa membuat orang terkena stroke adalah gaya hidup yang kurang baik dengan banyak merokok, banyak mengonsumsi makanan berkolesterol. Berat badan yang berlebih atau obesitas, darah tinggi, kencing manis dan jantung juga besar kemungkinan terserang stroke, kemudian faktor usia yang makin tua dan stres serta pecandu narkoba.

Gejala

Adapun gejala orang terserang stroke adalah , saat bangun pagi, separuh badan terasa lemas atau mati sebelah. Kemudian sebelah mata menjadi buta sesaat. Sering lupa atau tiba-tiba tidak bisa bicara. “Kalau sudah ada gejala demikian, segera pergi ke rumah sakit dan periksa ke dokter,” kata George.

Masa emas untuk menolong orang yang terserang stroke adalah tiga jam mulai dari saat terkena serangan. Masa ini adalah waktu untuk menolong orang yang terkena stroke. Semakin cepat hasilnya akan semakin baik.

Dokter segera bisa memberikan obat untuk mencairkan darah, agar tidak terjadi sumbatan lebih parah. Namun, demikian memang agak sulit untuk menentukan waktu tersebut, sebab orang terkadang tidak tahu sejak kapan terserang stroke, apalagi kalau sedang tidur,” katanya.

Sebab itu, begitu mendapatkan orang yang terkena stroke segera bawa ke rumah sakit agar segera bisa ditangani, sehingga bisa terhindar dari kecacatan yang lebih parah. Salah satu akibat dari stroke adalah terjadinya kekakuan pada bagian tubuh (spasticity), seperti tangan yang membengkok.

Kondisi seperti ini menurut George bisa diterapi dengan menggunakan Botolium Toksin (BTx). Produk ini adalah suatu protein yang diproduksi oleh bakteri anaerob. Sebenarnya ini adalah penyebab keracunan sistemik makanan.

Sekitar tahun 1822, gejala keracunan akibat makanan sosis ramai dibicarakan. Lewat evaluasi klinis disimpulkan bahwa BTx mengganggu sinyal pada saraf motorik prifer.

Selanjutnya tahun 1973, oleh Dr Alan Scott dari Smith-Kettlewell Eye Research Foundation di San Fransisco, BTx digunakan untuk pengobatan mata juling. Sejak itulah BTx bisa disuntikan dan digunakan untuk terapi berbagai gangguan neurologik, kosmetik, ortopedik, nyeri, bedah toraks dan masih banyak lagi.

Untuk yang mengalami kekakuan pada otot, dengan menyuntikkan BTx di bagian yang kaku, maka selanjutnya bagian itu akan lemas. Bila sudah demikian, menurut George segera dilakukan pelatihan.

Selain itu bagi penderita dystonia pada mata terapi ini sangat mungkin dilakukan. Yang dimaksud dengan dystonia pada mata adalah sindrom mata kering, sehingga orang sering berkedip-kedip tanpa sadar. Lalu tengkuk kaku, membuat posisi kepala miring atau tangan bengkok.

“Pengobatan ini harus dilakukan secara berkala, setiap tiga bulan sekali disuntik, maka bagian yang kaku atau miring bisa dikembalikan,” katanya. [ARS/M-15]