Tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya. Ia baru saja membeli mobil
mewah, sebuah Jaguar yang mengkilap. Kini, sang pengusaha, sedang menikmati
perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh, dipacunya
kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar dengan penuh rasa
bangga dan prestise.

Di pinggir jalan, tampak beberapa anak yang sedang bermain sambil melempar
sesuatu. Namun, karena berjalan terlalu kencang, tak terlalu
diperhatikannya anak-anak itu. Tiba-tiba, dia melihat seseorang anak kecil
yang melintas dari arah mobil-mobil yang di parkir di jalan. Tapi, bukan
anak-anak yang tampak melintas sebelumnya.

“Buk….!!!!” Aah…, ternyata, ada sebuah batu seukuran kepalan tangan
yang menimpa Jaguar itu yang dilemparkan si anak itu.

Sisi pintu mobil itupun koyak, tergores batu yang dilontarkan
seseorang. “Cittt….” ditekannya rem mobil kuat-kuat. Dengan geram,dimundurkannya mobil itu menuju tempat arah batu itu di lemparkan.

Jaguar yang tergores, bukanlah perkara sepele. Apalagi, kecelakaan itu
dilakukan oleh orang lain, begitu pikir sang pengusaha dalam hati.

Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa. Ditariknya
anak yang dia tahu telah melempar batu ke mobilnya, dan di pojokkannya anak
itu pada sebuah mobil yang diparkir.

“Apa yang telah kau lakukan!?!! Lihat perbuatanmu pada mobil
kesayanganku!!”Lihat goresan itu”, teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu.”Kamu tentu paham, mobil baru jaguarku ini akan butuh banyak ongkos di
bengkel untuk memperbaikinya”. Ujarnya lagi dengan kesal dan geram,tampak
ingin memukul anak itu.

Si anak tampak menggigil ketakutan dan pucat, dan berusaha meminta maaf.
“Maaf Pak, Maaf. Saya benar-benar minta maaf. Sebab, saya tidak tahu lagi
harus melakukan apa”. Air mukanya tampak ngeri, dan tangannya bermohon
ampun. “Maaf Pak, aku melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti….”

Dengan air mata yang mulai berjatuhan di pipi dan leher, anak tadi menunjuk
ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir tadi. “Itu disana ada kakakku
yang lumpuh. Dia tergelincir, dan terjatuh dari kursi roda. Saya tak kuat
mengangkatnya, dia terlalu berat, tapi tak seorang pun yang mau menolongku.
Badannya tak mampu kupapah, dan sekarang dia sedang kesakitan..” Kini,ia
mulai terisak.

Dipandanginya pengusaha tadi. Matanya berharap pada wajah yang mulai
tercenung itu. “Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda? Tolonglah,kakakku terluka, tapi saya tak sanggup mengangkatnya.”

Tak mampu berkata-kata lagi, pengusaha muda itu terdiam. Amarahnya mulai
sedikit reda setelah dia melihat seorang lelaki yang tergeletak yang sedang
mengerang kesakitan. Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menelan
ludah. Segera dia berjalan menuju lelaki tsb, di angkatnya si cacat itu menuju kursi rodanya.

Kemudian, diambilnya sapu tangan mahal miliknya, untuk mengusap luka di
lutut yang memar dan tergores, seperti sisi pintu Jaguar kesayangannya.
Setelah beberapa saat, kedua anak itu pun berterima kasih, dan mengatakan
bahwa mereka akan baik-baik saja.

“Terima kasih, dan semoga Tuhan akan membalas perbuatan Bapak.”
Keduanya berjalan beriringan, meninggalkan pengusaha yang masih nanar
menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak yang
mendorong kursi roda itu, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka.

Berbalik arah, pengusaha tadi berjalan sangat perlahan menuju Jaguar
miliknya. Dtelusurinya pintu Jaguar barunya yang telah tergores itu oleh
lemparan batu tsb, sambil merenungkan kejadian yang baru saja dilewatinya.
Kerusakan yang dialaminya bisa jadi bukanlah hal sepele, tapi
pengalaman tadi menghentakkan perasaannya.

Akhirnya ia memilih untuk tak menghapus goresan itu. Ia memilih untuk
membiarkan goresan itu, agar tetap mengingatkannya pada hikmah ini. Ia
menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat: “Janganlah melaju dalam
hidupmu terlalu cepat, karena, seseorang akan melemparkan batu untuk
menarik perhatianmu.”

Teman, sama halnya dengan kendaraan, hidup kita akan selalu berputar,
dan dipacu untuk tetap berjalan. Di setiap sisinya, hidup itu juga akan
melintasi berbagai macam hal dan kenyataan. Namun, adakah kita memacu hidup
kita dengan cepat, sehingga tak pernah ada masa buat kita untuk
menyelaraskannya untuk melihat sekitar?

Tuhan, akan selalu berbisik dalam jiwa, dan berkata lewat kalbu kita.
Kadang, kita memang tak punya waktu untuk mendengar, menyimak, dan
menyadari setiap ujaran-Nya. Kita kadang memang terlalu sibuk dengan bermacam
urusan,memacu hidup dengan penuh nafsu, hingga terlupa pada banyak hal yang
melintas.

Teman, kadang memang, ada yang akan “melemparkan batu” buat kita agar kita
mau dan bisa berhenti sejenak. Semuanya terserah pada kita. Mendengar
bisikan-bisikan dan kata-kata-Nya, atau menunggu ada yang melemparkan
batu-batu itu buat kita.