tekanan darahHipertensi bisa dicegah dengan gaya hidup sehat, seperti berolahraga, mengonsumi garam secukupnya, memiliki berat badan proporsional.

Hipertensi atau darah tinggi kerap diabaikan, karena tidak menimbulkan kelainan dalam tempo singkat, sehingga dianggap bukan sesuatu yang membahayakan kesehatan. Bahkan, ada yang menganggap tekanan darah tinggi itu merupakan hal yang normal.

Namun, berdasarkan sejumlah fakta penelitian, menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dr Santoso Karokaro SpJP (K), risiko seseorang yang hipertensi untuk mengalami stroke, gagal jantung, dan penyakit jantung koroner dua kali lebih tinggi dibanding orang yang memiliki tekanan darah normal.

Acuan tekanan darah normal saat ini adalah kurang dari 140/90 mm Hg. Apabila lebih tinggi dari angka tersebut, dan tidak diobati akan berisiko munculnya berbagai penyakit kardiovaskular (KV) dalam tempo 10 tahun. Untuk mengetahui apakah seseorang hipertensi atau tidak, menurutnya, tidak cukup dengan gejala, karena tidak ada gejala khas hipertensi. Oleh karena itu, penting mengukur tekanan darah. Tidak adanya gejala khas, membuat hipertensi kerap disebut “silent killer”. Biasanya orang yang hipertensi mengalami sakit kepala, mata kabur.

Santoso menyebut, 90-95 % tidak diketahui penyebabnya (tidak ada organ yang rusak), dan hipertensi ini digolongkan sebagai hipertensi primer. Sementara, hipertensi sekunder disebabkan kelainan ginjal, penyempitan pembuluh darah, dan kelainan hormon. Sekitar 5-10% insiden hipertensi adalah sekunder, dan umumnya terjadi pada orang muda.

“Karena tidak ada kelainan, hipertensi dianggap tak berbahaya. Faktanya ada yang meninggal dan stroke karena hipertensi,” ujarnya.

Di Indonesia belum ada data berapa banyak orang Indonesia yang hipertensi. Tetapi, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, kejadian hipertensi meningkat pada orang berusia di atas 35 tahun. Menurut Santoso, pada kelompok usia 35 tahun, kejadian hipertensi mencapai 15%. Ini terkait dengan semakin bertambah umur maka pembuluh darah semakin kaku. Di dunia, menurut WHO diperkirakan 10% dari penduduk mengalami hipertensi dengan tiga tingkatan, yaitu ringan, sedang, dan berat.

Gaya Hidup Sehat

Mencegah tentunya lebih baik daripada mengobati. Hipertensi bisa dicegah dengan gaya hidup sehat, seperti berolahraga, mengonsumi garam secukupnya, dan memiliki berat badan proporsional. Penurunan berat badan setiap 10 kilogram (kg) menurunkan tekanan darah berkisar 5-20 mmHg. Namun, bila sudah terjadi hipertensi, kata Santoso, harus diobati agar tekanan darah terkontrol.

Obat pengontrol darah ini mengalami perkembangan. Menurut pakar farmakologi klinik Profesor Iwan Darmansjah dalam situsnya www.iwandarmansjah.web.id ada lima kelompok utama obat antihipertensi (AH), yaitu thiazide, beta-blocker, ACE inhibitor, calcium channel blocker (CCB), dan alfa-blocker.

Pada 50% dari kasus-kasus ringan dan sedang, salah satu dari kelima jenis obat ini saja biasanya sudah dapat mengontrol. Namun, kasus selebihnya memerlukan pengobatan kombinasi, memakai obat lebih dari satu.

Strategi dasarnya, memilih dosis kecil yang efektif untuk menghindari efek sampingan. Hal ini penting karena obat AH, seperti semua obat lain, dapat menimbulkan efek sampingan, karena sebagian besar hipertensi tidak dapat disembuhkan total, obat harus diberi seumur hidup. Penghentian selama beberapa hari saja akan menaikkan kembali TD. [Suara Pembaruan/Nancy Nainggolan]