Virus adalah molekul genetika yang berdasar struktur kimianya dapat berupa RNA (Ribonucleic acid) atau DNA (Deoxynucleic acid).
Unsur genetika ini, tidak memiliki sifat-sifat jasad hidup seperti: proses pertukaran zat (metabolism), bereaksi bila dirangsang, dan berkembang biak. Untuk berkembang biak, virus membutuhkan unsur genetika sel hidup yang dapat membentuk protein-protein.
Oleh karenanya, untuk eksistensinya, virus mutlak memerlukan sel hidup. Dari kombinasi asam-asam nukleatnya, virus kemudian membuat berbagai protein yang dapat disamakan dengan pakaian yang melindungi tubuh kita. Virus-virus kemudian dikelompokkan dan diberi nama berdasar penampilannya / dandanannya.
Misalnya: corona virus adalah kelompok virus-virus yang dikelilingi protein-protein yang membuat virus-virus ini seperti bermahkota (corona = mahkota – bahasa Latin). Dengan demikian arti harfiah dari corona virus, adalah ‘virus yang bermahkota.’
Anggota-anggota kelompok virus yang menimbulkan penyakit kemudian diberi nama tambahan berdasar tahun dan tempat asal dari terjadinya epidemi (penyebaran penyakit), atau gejala utama penyakit yang ditimbulkannya.
Sesuai judulnya makala ini hanya akan melingkup kelompok virus corona. Sekurang-kurangnya ada tiga virus dari kelompok corona yang mengegerkan dunia kedokteran. Ketiga virus tersebut adalah:
• Middle East Respiratory Syndrome (MERS), yang pertama kali ditemukan di Arab Saudia dalam tahun 2012. Corona virus MERS, dijuluki: MERS-CoV.
• Disusul kemudian oleh Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), yang pertama kali ditemukan dalam tahun 2015 di Asia. Corona virus SARS diberi nama: SARS-CoV.
• Yang paling akhir Corona virus yang menimbulkan wabah dan berasal dari Wuhan, propinsi Hubei pada tahun 2019. Julukan bagi virus penyebabnya adalah: 2019-nCoV (2019 new Corona Virus)
Pada umumnya, corona virus yang strukturnya baru diketahui dalam tahun 1960, hanya menyerang hewan. Sejauh ini, hanya ketiga virus di atas yang menimbulkan penyakit pernapasan pada manusia.

Gejala-gejala infeksi 2019-nCoV
Virus 2019-nCoV menimbulkan gejala-gejala seperti Influenza yaitu: hidung berkucuran lendir encer (running nose), sakit tenggorokan, batuk, nyeri tubuh, demam dan bila menyerang saluran pernapasan bagian bawah menimbulkan radang paru-paru (pneumonia).
Oleh karenanya, sukar untuk membedakan infeksi 2019-nCoV dari Influenza atau ‘masuk angin’ (cold). Diagnosa hanya ditegakkan melalui pemeriksaan laboratoris.

Bahaya kematian
Kematian mengancam bila terjadi keradangan paru-paru, terutama pada manula dan anak-anak kecil. Ancaman kematian meningkat bila pasien juga mengidap penyakit jantung dan atau menurunnya kekebalan tubuh (AIDS, efek sampingan Kemoterapi, Kanker).

Pengobatan
Oleh karena virus bukan jasad renik, maka tidak dapat ‘dibunuh’ dengan antibiotika. Dengan perkataan lain, penyakit virus tidak ada obatnya. Akan tetapi, karena virus hanya dapat bertahan bila ada sel hidup, maka penyakit-penyakit virus disebut ‘self-limited disease’ (penyakit yang sembuh-sembuh sendiri.) Hal ini dicapai tubuh melalui system kekebalannya.
Antibiotika tetap diperlukan bila ada infeksi kuman yang turut menimbrung. Untuk mennaggulangi gejala-gejala dapat diminum obat-obatan penghilang demam / nyeri. Sedangkan untuk melancarkan pernapasan, dapat dilakukan bernapas dengan uap (bila tidak memiliki humidifier, pasien dapat bernapas di atas air panas yang menguap, dengan kepala dikerudungi handuk / kain)

Pencegahan
Masyarakat tidak perlu panik, asal menjalankan prinsip-prinsip berikut ini:

  • Rajin cuci tangan dengan sabun dan di bawah aliran air; Teknik cuci tangan yang benar adalah mencuci seluruh tangan (bukan hanya telapak tangan) selama 3 menit (2 X menyanyi ‘Happy Birthday’)
  • Menutup mulut bila bersin dan atau batuk
  • Tinggal di rumah bila badan terasa seperti terserang Influenza
  • Hindari kontak dekat dengan pasien
  • Bila harus bekerja atau menjaga pasien, gunakan pelindung mulut dan hidung (masker)
    Infeksi dengan 2019 nCoV menimbulkan ketakutan karena dengan mudah menjalar dari manusia ke manusia dengan penyebaran yang sangat cepat.
    Angka kematian di Cina tercatat sekitar 3%, namun diperkirakan angka ini terlalu tinggi, sebab banyak kasus ringan yang tidak terdaftar.

Oleh Dr. Poew Tjoen Tik, MPH*
* Purnawirawan Research Associate University of Oklahoma
– Alumni FK Unair –
berdomisili di Texas – USA