Manakah diantara kalimat-kalimat di bawah ini yang benar?

A.Minal ‘aidin wal faizin, mohon maaf lahir-bathin
B.Mohon maaf lahir-bathin, minal ‘aidin wal faizin
C.Semoga kita dimaafkan minal ‘aidin wal faizin
D.Semoga kita minal ‘aidin wal faizin
E.Semua benar

Kalau kita tadi menyoal tentang asal kata Ied (masdar atau kata dasar dari ‘aada=kembali), sekarang kita mencoba untuk membongkar asal kata ‘Aidin dan Faizin. Darimana sih mereka?
‘Aidin itu isim fa’il (pelaku) dari ‘aada. Kalau anda memukul (kata kerja), pasti ada proses “pemukulan” (masdar), juga ada “yang memukul” (anda pelakunya). Kalau kamu “pulang” (kata kerja), berarti kamu “yang pulang” (pelaku). Pelaku dari kata kerja inilah yang dalam bahasa Arab disebut dengan isim fa’il.

Kalau si Aidin, darimana? ‘Aidin atau ‘Aidun itu bentuk jamak (plural) dari ‘aid, yang artinya “yang kembali” (isim fa’il. Baca lagi teori di atas). Mungkin maksudnya adalah “kembali kepada fitrah” (“kembali berbuka”, pen) setelah berjuang dan mujahadah selama sebulan penuh menjalankan puasa.

‘aada = ia telah kembali (fi’il madhi).
Ya’uudu = ia tengah kembali (fi’il mudhori)
‘audat = kembali (kata dasar)
‘ud = kembali kau! (fi’il amr/kata perintah)
‘aid = ia yang kembali (isim fa’il).

Kalau si Faizin?
Si Faizin juga sama. Dia isim fa’il dari faaza (past tense) yang artinya “sang pemenang”. Urutannya seperti ini:
Faaza = ia [telah] menang (past tense)
Yafuuzu = ia [sedang] menang (present tense)
Fauzan = menang (kata dasar).
Fuz = menanglah (fi’il amr/kata perintah)
Fa’iz = yang menang.
‘Aid (yang kembali) dan Fa’iz (yang menang) bisa dijamakkan menjadi ‘Aidun dan Fa’izun. Karena didahului “Min” huruf jar, maka Aidun dan Faizun menyelaraskan diri menjadi “Aidin” dan “Faizin”. Sehingga lengkapnya “Min Al ‘Aidin wa Al Faizin”. Biar lebih mudah membacanya, kita biasa menulis dengan “Minal Aidin wal Faizin”.
Lalu mengapa harus diawali dengan “min”?
“Min” artinya “dari”. Sebagaimana kita ketahui, kata “min” (dari) biasa digunakan untuk menunjukkan kata keterangan waktu dan tempat. Misalnya ‘dari’ zuhur hingga ashar. Atau ‘dari’ Cengkareng sampe Cimone.

Selain berarti “dari”, Min juga mengandung arti lain. Syekh Ibnu Malik dari Spanyol, dalam syairnya menjelaskan:
Ba’id wa bayyin wabtadi fil amkinah
Bi MIN wa qad ta’ti li bad’il azminah
Maknailah dengan “sebagian”, kata penjelas dan permulaan tempat-
-Dengan MIN. Kadang ia untuk menunjukkan permulaan waktu.
Dari keterangan Ibnu Malik ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa MIN pada MIN-al aidin wal faizin tadi menunjukkan kata “sebagian” (lit-tab’idh). Jadi secara harfiyah, minal ‘aidin wal-faizin artinya: BAGIAN DARI ORANG-ORANG YANG KEMBALI DAN ORANG-ORANG YANG MENANG.
Kesimpulannya?
Yang jelas Minal Aidin tidak ada hubungannya dengan Mohon maaf lahir dan bathin. Menggunakan kalimat a, boleh. Memakai kalimat b, silakan saja. Tapi sekali lagi, mohon maaf lahir bathin itu bukan arti minal aidin. Asal jangan memilih c, karena minal aidin tidak pernah bisa memaafkan orang. Tapi pilihan saya adalah d, ini yang paling shahih.
Akhirnya, semoga kita minal ‘aidin wal faizin. Amin!
—————————————————————-
[Kairo,7 November 2005
# Taufik Munir ]

Sampai di sini, ternyata ucapan tsb (Minal Aidin Wal Faidzin) tidak pernah ada dasar dan tuntunannya.
Silakan simak penjelasan berikut ini
Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 2/446 mengatakan: “Kami meriwayatkan
dari guru-guru
kami dalam “Al-Mahamiliyyat” dengan sanad hasan dari Jubair bin Nufair,
beliau berkata :
“Para sahabat Rasulullah apabila mereka saling jumpa pada hari raya,
sebagian mereka mengucapkan pada lainnya: “Semoga Allah menerima amalanku
dan amalanmu”.

Ibnu Qudamah juga menyebutkan dalam Al-Mughni 2/259 bahwasanya Muhammad bin
Ziyad mengatakan :
“Saya pernah bersama Abu Umamah Al-Bahili dan para sahabat Nabi lainnya,
maka apabila mereka kembali
dari ied, sebagian mereka berucap pada lainnya : “Semoga Allah menerima
amalanku dan amalanmu”
(Imam) Ahmad berkata : “Sanad hadits Abu Umamah jayyid (bagus)”. Imam
Suyuthi juga berkata dalam
Al-Hawi (1/81): “Sanadnya hasan”.
Adapun ucapan: “Minal Aidin Wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin”,
“halal bi halal” atau “kosong-kosong” serta ungkapan-ungkapan lainnya, maka
sebaiknya dihilangkan dan kita ganti serta membiasakan diri dengan lafadz
syar’i yaitu (Taqobballahu Minna Wa Minka)
sehingga kita tidak terjatuh dalam ayat :
“Apa kamu mau mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik ?”
(QS Al Baqoroh: 61)

[Dikutip dari majalah Al Furqon Edisi 2 Th. II hal 37 “Hari Raya Bersama Nabi
Shollallahu ‘Alaihi Wasallam”]