Kanker ServiksManfaat vaksin human papiloma virus (HPV) untuk mencegah kanker leher rahim (kanker serviks) dipertanyakan dalam editorial dalam jurnal kedokteran, Journal of American Medical Association (JAMA) edisi Agustus. Dokter Charlotte Haug PhD mempertanyakan teori di balik kalimat “jika infeksi HPV dapat dicegah, kanker tidak akan terjadi “.

Dalam tulisannya yang dipublikasi di Journal of the Norwegian edisi Agustus 2009, ia menulis dalam praktiknya pencegahan kanker tidak sesederhana itu. HPV paling umum terjadi dari infeksi menular seksual (IMS).

Namun, katanya, virus tersebut tidak tampak sangat berbahaya karena hampir semua infeksi HPV akan dibersihkan oleh sistem kekebalan tubuh. Pada beberapa perempuan, infeksi HPV tetap ada, dan pada beberapa perempuan bisa berkembang menjadi lesi pra-kanker dan akhirnya menjadi kanker.

Tahun lalu, Haug juga menentang vaksinasi HPV. Ia memperingatkan program vaksinasi lebih luas pada editorial yang dimuat di jurnal New England Journal of Medicine. Untuk editorial yang terbaru bulan ini, disertai dua tulisan lain yang dipublikasi JAMA, yaitu artikel yang mengkritisi pemasaran vaksin HPV Gardasil (produksi Merck & Co) di Amerika Serikat (AS), dan perincian tentang efek samping yang telah dilaporkan sejak vaksin itu diluncurkan di negara itu tahun 2006.

Haug mengingatkan, informasi yang seimbang antara risiko dan manfaat vaksinasi harus berdasarkan bukti medis dan ilmiah. Ia juga mengingatkan keseimbangan informasi itu “mudah miring” jika kejadian-kejadian buruk tidak diperhitungkan dengan benar.

Tes Pap

Keduanya menulis, target pemasaran vaksin itu adalah kanker serviks. Dalam pemasarannya, Gardasil lebih menekankan vaksin itu “menjaga” melawan kanker serviks daripada mempromosikannya sebagai vaksin melawan virus HPV atau penyakit menular seksual. Vaksin tersebut aktif melawan 4 subtipe, yakni HPV-6, HPV-11, HPV-16, dan HPV-18 yang bertanggung jawab untuk sekitar 70 persen dari kejadian kanker serviks.

Perusahaan ini dinilai sukses memasarkan vaksin tersebut dengan klaim vaksin HPV mencegah kanker serviks, transmisi HPV diminimalkan. Pemasaran vaksin pun menyebut setiap anak perempuan memiliki risiko yang sama terhadap kanker serviks.

Di Indonesia, Direktur Jenderal Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Profesor Tjandra Yoga Aditama, menegaskan, kanker serviks bukan penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, dan vaksin HPV belum termasuk dalam program imunisasi nasional.

Hal yang sama ditegaskan Direktur Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan dr Yusharmen. Menurutnya, hanya 10 persen dari infeksi HPV yang berkembang menjadi kanker, dan untuk mencegah itu Departemen Kesehatan mengembangkan pemeriksaan yang terjangkau di tingkat puskesmas, yakni inspeksi visual dengan asam asetat (IVA), dan tes pap.

“Yang kita kembangkan di Indonesia adalah pencegahan sekunder dengan tes pap dan IVA. Tidak semua orang bisa menjangkau vaksin HPV, ada yang bisa beli sendiri dan ada yang tidak. Jangan sampai orang menganggap kalau sudah divaksin tak perlu tes pap,” kata dr Laila Nuranna SpOG(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. [N-4]

Sumber: Suara Pembaruan