Tsabit bin Qeis

Pahlawan pemberani dan juru bicara Rasulullah saw

Pria yang akan kita bicarakan berikut ini bernama Tsabit. Ia adalah juru bicara Rasulullah sekaligus juru bicara Islam. Kalimat dan kata-kata yang dikemukakannya kuat, padat, tegas dan mempesona.

Rasulullah sendiri pernah menguji ketangkasannya dalam bertutur kata. Pada saat itu serombongan orang dari Bani Tamim datang menghadap Rasul dengan maksud ingin menunjukkan kebolehan juru bicara mereka. Di hadapan Nabi saw mereka memerintahkan Utharid bin Hajib, sang juru bicara, untuk mengemukakan sesuatu.

Setelah selesai, Rasulullah memerintahkan Tsabit bin Qeis untuk berdiri dan menyampaikan sesuatu pula. Dengan tenang dan hikmat Tsabit berdiri menghadap ke arah mereka.

Katanya, “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Langit dan bumi adalah ciptaan-Nya, dan titahnya telah berlaku padanya. Ilmu-Nya meliputi kerajaan-Nya. Tidak satupun yang ada, secuali karunia-Nya,” masih kata Tsabit. “Kemudian dengan qadrat-Nya juga, dijadikan-Nya kita golongan dan bangsa-bangsa. Dan Dia telah memilih dari makhlukNya yang terbaik sebagai Rasul-Nya. Berketurunan, wibawa, jujur, dibekali al-Qur’an, dibenahi amanah. Membimbing ke jalan persatuan ummat…”

“Dialah pilihan Allah dari yang ada di alam semesta. Kemudian ia menyeru manusia agar beriman kepadanya, maka berimanlah orang-orang yang termulia keturunannya, dan yang paling baik amal perbuatannya. Dan setelah itu, kami orang-orang Anshar, adalah yang pertama pula memperkenankan seruannya. Kami adalah pembela-pembela Agama Allah dan penyokong-penyokong Rasul-Nya…!”

Kalimat tersebut meluncur fasih dari kedua celah bibir orang yang disayang Rasulullah saw ini, sehingga rombongan dari Bani Tamim tadi terkagum-kagum dan tidak dapat menolak rasa hormat.

***

Tsabit telah menyaksikan perang Uhud bersama Rasulullah saw. dan peperangan-peperangan penting sesudah itu. Corak pengurbanannya menakjubkan. Dalam peperangan menumpas orang-orang murtad, ia selalu berada di barisan terdepan, membawa bendera Anshar, dan menebarkan pedangnya membabat lawan-lawannya. Sangat pantang baginya berperang dengan mengambil barisan belakang. Ia bukan tipe lelaki pengecut yang takut menghadapi kilauan pedang lawan. Sama sekali Tsabit bukan tipe lelaki seperti itu.

Di peperangan Yamamah, pada saat terjadi serangan mendadak oleh pasukan Musailamah Al Khaddzab (sang nabi palsu) atas tentara kaum Muslimin. Maka berserulah ia dengan suara yang keras memberi peringatan bala tentara Muslim, “Demi Allah, bukan begini caranya kami berperang bersama Rasulullah saw!”

Darah Tsabit mendidih melihat pertahanan pasukan Islam kian melemah. Setelah mengatakan hal itu, iapun pergi tak berapa jauh dari situ. Dan tak lama kemudian, setelah ia membalut tubuhnya dengan balutan jenazah dan memakai kain kafan, lalu berteriak lagi,” Ya Allah, sesungguhnya aku berlepas diri kepada-Mu dari apa yang dibawa mereka—maksudnya ajaran nabi palsu. Dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apa yang diperbuat mereka—yakni kaum Muslimin yang kendor semangat perangnya!”

Teriakan Tsabit tersebut berhasil membangkitkan semangat perang tentara Kaum Muslimin yang mulai kendor. Mereka, pada akhirnya terus merengsek maju, menerjang barisan pasukan Musailamah dan memporak-porandakannya.

***

Tsabit bin Qeis berhasil mencapai kedudukan puncak sebagai juru bicara Rasulullah, pahlawan perang. Jiwanya selalu ingin kembali menghadap Allah. Hatinya khusyu dan tenteram. Namun demikian, tidak menjadikan Tsabit sombong dan congkak. Ketika turun ayat, “Sesungguhnya Allah tidak suka pada setiap orang yang congkak dan sombong.” (QS.Luqman:18). Tsabit menutup pintu dan menangis. Lama sekali ia tidak beranjak dari posisinya, sehingga berita perihalnya sampai pula kepada Rasulullah. Beliau segera mengutus sahabat untuk memanggilnya. Di hadapan Rasulullah Tsabit berkata, “Ya Rasulullah, aku senang kepada pakaian yang indah, dan kasur yang bagus, dan sungguh aku takut dengan ini akan menjadi orang yang congkak dan sombong!.”

Sambil tertawa senang, Rasulullah berkata, “Engkau tidaklah termasuk dalam golongan mereka itu, bahkan engkau hidup dengan kebaikan, dan mati dengan kebaikan, dan engkau akan masuk surga.”

Mendengar jawaban Rasul tersebut hati Tsabit menjadi tenang kembali.

Namun pada saat turun wahyu yang lain lagi, Tsabit kembali menutup daun pintu rumahnya rapat-rapat, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian angkat suara melebihi suara Nabi dan janganlah kalian berkata kepada Nabi dengan suara keras sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian terhadap sebagian yang lain, karena dengan demikian amalan kalian akan gugur, sedang kalian tidak menyadarinya.” (QS.Al-Hujarat:2)

Tsabit sangat menyadari kalau selama ini ialah orang yang bersuara paling keras di antara yang lain dihadapan Rasulullah. Ia khawatir jangan-jangan apa yang telah dilakukannya akan menghanguskan amal ibadahnya.

Pada saat Rasulullah mencari Tsabit yang sudah lama tak kunjung muncul, didapati informasi kalau dia kembali sedang mengurung diri di kamar rumahnya. Kemudian Rasululullah mengutus seseorang untuk memanggilnya. Pada saat beliau saw menanyai mengapa dirinya tidak pernah muncul, Tsabit dengan penuh rasa khawatir menjawab, “Sesungguhnya aku ini seorang manusia yang keras suara. Dan sesungguhnya aku pernah meninggikan suaraku dari suaramu wahai Rasulullah! Karena itu tentulah amalanku menjadi gugur dan aku termasuk calon penghuni neraka.” Rasulullah menjawab, “Engkau tidaklah termasuk salah seorang di antara mereka bahkan engkau hidup terpuji… dan nanti akan berperang sampai syahid, hingga Allah akan memasukkanmu ke dalam surga!”

Peristiwa tersebut akhirnya benar-benar terjadi. Pada sebuah peperangan di zaman khalifah Abu Bakar, Tsabit telah menemui syahid yang sudah lama dirindukannya. Menurut riwayat, pada saat tergeletak di medan pertempuran, melintaslah seorang Muslim yang baru masuk Islam dan ia melihat dalam tubuh Tsabit masih ada baju besinya yang menurut perkiraannya sangat berharga. Iapun mengambilnya, kemudian pulang kerumah dengan santainya. Tak seorangpun yang mengetahui apa yang dilakukan pria ini.

Pada saat seorang lelaki yang lain tidur, ia didatangi Tsabit yang berkata kepadanya, “Aku hendak mewasiatkan kepadamu satu wasiat; tapi berkata bahwa ini hanya mimpi yang sia-sia.

“Sewaktu aku gugur, lewat ke dekatku seorang Muslim lalu diambilnya baju besiku. Rumahnya sangat jauh, orang tersebut memiliki kuda yang kepalanya mendongak bagai tertarik tali kekangan…”

Baju besi itu disimpan ditutupi sebuah periuk, besar dan periuk itu ditutupi pelana unta (sakeduk). Pergilah kepada Khalid dan mintalah seseorang mengambilnya. Kemudian apabila kamu sudah sampai ke kota Madinah menghadap khalifah Abu Bakar, katakan kepadanya bahwa aku mempunyai utang sekian banyaknya, aku mohon agar ia bersedia membayarnya.”

Maka ketika laki-laki itu bangun dari tidurnya, ia segera menjalankan apa yang diperintahkan dalam mimpinya itu untuk menemui Khalid bin Walid. Lalu ia menceritakan tentang mimpinya itu. Khalid pun mengirimkan seseorang untuk mencari orang yang mengambil baju besi itu. Benar saja lelaki utusan Khalid tersebut akhirnya berhasil menemukannya seperti yang digambarkan dengan sempurna oleh Tsabit.

Ingatlah kita pada firman Allah dalam kitab-Nya yang berbunyi, “Dan janganlah sekali-kali kalian sangka orang yang gugur di jalan Allah itu mati, karena sebenarnya mereka tetap hidup, dan diberi rizki di sisi Tuhan mereka…” (QS.Ali Imran: 169)