Fungsi ponsel semakin beragam dari menelepon dan mengirim pesan sampai untuk membeli tiket, seperti halnya Anto dari Mobile Gateway Indonesia menunjukkan model tiket konser yang disuntik ke ponsel penonton di Jakarta.

Suatu hari seorang calon reporter yang tengah menjalani pelatihan penulisan, bertanya, “Mengapa halaman sains dan teknologi sering memuat tulisan tentang handphone?”

“Karena tidak ada perkembangan teknologi sepesat dan seagresif handphone,” jawab saya.

Kalimat sama juga saya katakan kepada seorang corporate communication manager sebuah perusahaan multinasional, di suatu santap siang bersama yang menyenangkan., “Sekarang ini tidak ada yang tidak bisa dilakukan handphone. Kalau pun ada mungkin mencuci, mengepel, menyapu, mengeringkan rambut, mencukur, menyeterika …,” saya menambah.

“Stop, stop,” kata rekan santap siang itu sambil tangan membuat tanda berhenti. Nyaris seperti polisi lalu lintas.

“Saya sudah berlebihan dan mengada-ada. Kan memang begitu. Dia sudah bisa memotret, merekam video, menampilkan siaran televisi, menjelajah internet, memberikan peta dan sebagainya,” saya menyerocos.

Rekan santap siang itu manggut-manggut.

Handphone atau telepon seluler (ponsel) memang menjadi peranti paling fenomenal yang pernah ada di jagad ini. Ketika alat komunikasi itu bisa tampil tanpa kabel, hal itu sudah sesuatu yang menakjubkan. Tetapi, kekaguman itu tak berlangsung lama, teknologi komunikasi ponsel terus berkembang bahkan sebelum seorang pengguna ponsel bisa memahami cara mengoperasikan secara maksimal ponselnya.

Jelang tutup tahun 2007 dan membuka tahun 2008 ini, beberapa produsen ponsel sudah mulai tampak ‘kebingungan’ memasarkan produknya. Mengapa bingung? Khawatir dengan daya beli masyarakat? Bentuk kebingungan mereka itu ternyata berkaitan dengan hal pemenuhan selera masyarakat. Masyarakat umumnya menginginkan ponsel berkamera, MP3, menampilkan siaran televisi dan sebagainya dengan harga terjangkau. Beberapa produsen asal Tiongkok dan Taiwan pun memenuhi keinginan akan ponsel berharga terjangkau itu. Produk ponsel mereka -yang bisa menyiarkan siaran televisi- hanya dibanderol separuh harga dari ponsel berkemampuan sejenis dari merek produsen ponsel terkemuka.

Harga murah dan branding, hal yang tidak bisa disamaratakan tentunya. Ini namanya pilihan. Semua bergantung kepada kon- sumen.

Kebingungan yang lain adalah membidik selera konsumen yang ternyata berubah-ubah. Selera menyukai gadget memang tidak sama dengan selera makan. Selera menyukai gadget, sama dengan selera menyukai fashion things seperti busana, sepatu, jepit rambut, dan sebagainya yang serba fluktuatif dan bergantung tren.

Beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan mencoba ponsel berkamera yang juga berfungsi seperti walkman. Kemudian di kesempatan yang berbeda ponsel musik berkamera yang menawarkan kemampuan musik hingar bingar dalam tubuh ponsel yang langsing oleh produsen ponsel lainnya. Satu kesempatan tak jauh, saya juga mencoba ponsel berkemampuan bidik gerak lambat dan montase gambar yang menawarkan layar lebar dan pengoperasian tanpa keypad, oleh produsen ponsel yang berbeda dari yang dua di atas.

Semua ponsel yang ada di tangan saya itu, semua menjalankan fungsi GPRS, 3G dan 3,5 G. Jadi, kemampuan akses multimedia pun bisa dilakukan di peranti-peranti tersebut. Soal potret memotret dan merekam gambar hidup? Ponsel-ponsel bermusik dan berkamera dimaksud tentu sangat bisa melakukannya. Singkat kata, tidak ada cela dari semua ponsel pinjaman itu. Semua menjalankan fungsi seperti yang ditawarkan.

Satu dari Marketing Manager produsen-produsen ponsel tersebut, akhirnya ada yang dengan jujur mengatakan kepada saya, bahwa pihaknya tengah mengalami kesulitan menaikkan angka penjualan.

“Semua memilih yang murah dan ditawarkan produsen kondang. Akhirnya kami mengkonsentrasikan penjualan pada ponsel bundling dengan operator,” ungkapnya.

Bundling dengan operator memang cara jitu. Semua pihak senang. Operator senang karena kartu SIM-nya terjual, produsen ponsel gembira karena ponselnya laku dan konsumen cukup girang dengan harga yang dibanderol sangat terjangkau.

Taktik berjualan murah tetapi dalam jumlah yang banyak, akhirnya menjadi prioritas si produsen ponsel tersebut. “Toh memang konsumen kebanyakan hanya butuh untuk bertelepon dan SMS, memangnya konsumen mengharapkan teknologi di ponsel seperti apa sih?” pungkasnya. [SP/S Nuke Ernawati]