NUTRIWEB.ORG.MY

DENGAN bertambahnya usia harapan hidup sekarang ini, khususnya di Indonesia, akan ditemui jumlah golongan lanjut usia (lansia) yang semakin meningkat. Pengaruh usia dan juga perubahan hormonal yang terjadi dalam tubuh dapat menjadi predisposisi untuk terjadinya penyakit pengeroposan tulang (osteoporosis).

Osteoporosis (OP) adalah kelainan tulang dengan karakteristik berkurangnya massa tulang dan terjadinya kerusakan mikroarsitektur tulang, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Sesuai dengan namanya, osteon yang berarti tulang dan pore yang berarti pori-pori, tulang penderita OP tampak berlubang-lubang atau berpori-pori, disebabkan oleh meningkatnya resorpsi atau perombakan tulang.

Penyakit ini menimpa jutaan manusia. Misalnya di Amerika Serikat, didapati sekitar 28 juta penderita OP dan penyakit patah tulang dijumpai pada 1,5 juta penderita. Sebagian besar (80 persen) penderita OP adalah wanita.

OP pada umumnya terjadi sebagai kelainan primer atau mungkin kelainan sekunder. OP primer terdiri dari OP postmenopause (tipe I, berhubungan dengan hormon estrogen), OP senilis (tipe II, berhubungan dengan usia lanjut), ataupun idiopatik (belum diketahui apa penyebabnya).

Sedangkan OP sekunder dapat terjadi akibat kelainan/gangguan pada sistem hormonal lainnya, tumor, gangguan sistem pencernaan, systemic rheumatologic diseases, konsumsi obat-obatan tertentu, dan lain-lainnya.

Tulang yang kita miliki selalu berubah melalui perombakan dan pembentukan tulang baru sebagai penggantinya. Dalam keadaan normal, osteoblas sebagai sel pembentuk tulang baru dan osteoklas yang merombak/meresorpsi tulang lama, bekerja dalam keadaan seimbang. OP terjadi akibat ketidakseimbangan aktivitas osteoklas yang lebih dominant dibanding osteoblas.

Tulang merupakan jaringan yang bersifat dinamis, selalu mengalami remodelling yang kontinu sepanjang hidup. Remodelling terdiri dari pergantian periode resorpsi tulang dan pembentukan tulang baru yang terjadi bergantian. Densitas tulang yang maksimum dicapai sekitar dekade ketiga, setelahnya densitas tulang akan menurun. Kehilangan yang paling besar biasanya terjadi pada area yang mengandung tulang trabekula (cancellous/trabecular bone) yang lebih banyak, seperti pada tulang belakang dan tulang paha.

Bertambahnya usia berkaitan dengan penurunan aktivitas osteoblas dan peningkatan aktivitas osteoklas. Setelah dekade ketiga, pembentukan tulang baru tak dapat mengompensasi kehilangan tulang pada setiap siklus remodelling tulang.

Menopause

Penurunan hormon estrogen pada wanita yang menopause juga berperan besar dalam terjadinya OP. Penurunan kadar hormon estrogen, terutama pada wanita pascamenopause, dapat meningkatkan resorpsi/perombakan tulang dan menurunkan pembentukan tulang. Penurunan hormon testosteron juga merupakan faktor penyebab OP senilis pada sepertiga pria. Tetapi efek ini tidak sebesar efek yang ditimbulkan oleh kekurangan hormon estrogen.

Faktor genetik juga berperan dalam pencapaian densitas tulang maksimum. Salah satunya adalah variasi genetik dari molekul reseptor vitamin D. Kemudian, faktor mekanik, seperti olahraga, ketika terjadi pembebanan berat tubuh pada tulang akan menyebabkan tulang menjadi lebih padat. Aerobik, menari, lari-lari kecil, lintas alam, naik tangga, tenis, jalan kaki, adalah beberapa contoh kegiatan fisik yang mampu membantu tercapainya kepadatan tulang yang lebih baik.

Densitas atau massa tulang maksimum (peak bone mass) seseorang, yang merupakan salah satu faktor penting dalam OP, juga banyak dipengaruhi oleh asupan kalsium totalnya, khususnya sebelum masa pubertas. Peak bone mass dapat diibaratkan “tabungan” tulang yang mempunyai batas dalam pencapaiannya, yaitu sekitar dekade ketiga, karenanya dianjurkan orang berusia di bawah 30 tahun agar lebih memperhatikan asupan kalsiumnya. Setelah dekade ketiga ini, densitas atau massa tulang akan semakin berkurang. Sayangnya, asupan kalsium bagi remaja wanita sekarang ini dirasakan sangat kurang dan hal ini dapat menjadi predisposisi bagi para wanita ini untuk mengalami OP nantinya.

Di samping kalsium, asupan vitamin D juga harus diperhatikan karena vitamin ini berguna untuk membantu penyerapan kalsium di usus, sehingga hal ini dapat memaksimalikan asupan kalsium. Asupan kalsium yang cukup tidak hanya diperlukan untuk membangun tulang yang kuat, namun juga diperlukan untuk proses lain dalam tubuh, seperti denyut jantung, pembekuan darah, ataupun kontraksi otot. Apabila asupan kalsium kita tidak mencukupi, kalsium akan diambil dari tulang agar proses lain yang lebih penting dapat berjalan. Berapa banyak kecukupan asupan kalsium sehari sangat bergantung pada usia, jenis kelamin, dan risiko untuk terjadinya OP. Umumnya kebutuhan tersebut berkisar antara 1.000-1.500 mg per hari. Pada remaja atau ibu hamil dan menyusui, dianjurkan besarnya asupan kalsium sekitar 1.500 mg per hari. Demikian pula bila usia telah melampaui 50 tahun, asupannya sebesar 1.500 mg per hari.

Seperti diketahui, penyerapan kalsium pada usia lanjut, relatif kurang baik, dibandingkan remaja atau usia dewasa. Sedangkan bagi mereka yang kurang mendapatkan paparan sinar matahari, misalkan para wanita Muslim yang mengenakan pakaian tertutup, risiko defisiensi vitamin D dapat diatasi dengan tambahan vitamin D 400-800 international unit (IU) per hari, sehingga penyerapan kalsium di usus lebih baik. Peran paparan sinar matahari adalah membantu proses konversi atau perubahan prekursor vitamin D pada kulit menjadi bentuk vitamin D yang aktif. Sinar matahari yang dimaksud di sini harus berada di bawah pukul 10.00 dan antara pukul 15.00 sampai pukul 17.00. Di luar waktu-waktu tersebut, ultraviolet dapat menjadi ancaman yang menimbulkan kanker kulit.

Sumber alamiah kalsium adalah makanan, sehingga konsumsi makanan yang mengandung susu atau olahan dari susu, seperti susu murni atau susu rendah lemak, keju, atau yogurt, harus ditingkatkan. Beberapa jenis makanan, seperti sayuran hijau, ikan sardin, kerang, tofu, serta biji almond, juga cukup kaya dengan kandungan kalsium.

Suplemen

Tablet atau kalsium dalam bentuk cairan dapat dipakai sebagai pengganti bagi mereka yang tidak suka minum susu atau makan keju. Juga perlu diingat bahwa suplemen kalsium ini sebaiknya dikonsumsi saat kita makan. Perlu diketahui bahwa suplemen-suplemen ataupun produk-produk susu yang sekarang banyak dijumpai, tidak dapat mengobati OP ataupun mengembalikan keutuhan tulang seperti semula. Produk itu hanya dapat membantu mempertahankan densitas atau massa tulang yang masih ada. Penggunaannya akan berbeda bagi mereka yang berusia dewasa muda karena suplemen ataupun produk-produk susu tersebut diindikasikan untuk membantu mencapai massa tulang maksimum dan mencegah OP.

Selain itu, kebiasaan menghindari rokok dan minuman beralkohol juga dapat mencegah terjadinya OP. Merokok dapat menurunkan kepadatan massa tulang, penurunan berat badan, serta mempercepat seorang wanita mengalami henti haid karena kadar hormon estrogen menurun.

Mengonsumsi minuman beralkohol juga akan menyebabkan kehilangan massa tulang lebih cepat serta kepadatan massa tulang yang lebih rendah. Hal ini dapat dijelaskan melalui efek rokok dan alkohol dalam meningkatkan aktivitas osteoklas atau sel perombak tulang.

Pada mulanya, OP tidak menunjukkan gejala apa pun. Pada tahap selanjutnya, gambaran OP hanya akan terlihat dengan menggunakan foto rontgen polos, yang berarti kehilangan massa tulang sudah sekitar 30 persen. Ada pun pemeriksaan yang paling baik adalah melakukan pengukuran kepadatan massa tulang (bone mass density) dengan alat yang disebut densitometer. Pemeriksaan foto rontgen polos umumnya dipakai untuk melihat patah tulang, karena memang para penderita OP ini akan semakin rentan mengalami fraktur atau patah tulang.

Fraktur biasanya terjadi pada tulang belakang, panggul, paha, ataupun lengan. Karena tidak memberikan gejala pada awal penyakitnya, maka penderita pun menjadi kurang peduli dan tulangnya dapat patah secara tiba-tiba hanya dengan melakukan aktivitas ringan, seperti menggendong anak.

Melihat akibat yang dapat ditimbulkan OP, seperti rapuhnya tulang dan rentannya terjadi fraktur atau patah tulang, dapat dipahami OP merupakan ancaman terhadap kualitas hidup kita kelak. Walaupun tersedia pemeriksaan, seperti densitometri, yang merupakan gold standard bagi penegakan diagnosis OP, hal ini masih menjadi kendala bagi penatalaksanaan OP karena harga pemeriksaannya yang mahal. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mencegah OP dengan cara-cara seperti lebih memperhatikan asupan kalsium, hindari merokok dan minuman beralkohol, berolahraga, dan tetap aktif.

Melarang para lansia beraktivitas adalah hal yang sangat salah karena justru dengan memberikan beban pada tulang dan menjaga tubuh agar tetap aktif dapat membantu intake kalsium ke tulang, sehingga dapat lebih meningkatkan kekuatan tulang.

Selain itu, kenali OP sedini mungkin. Memeriksakan diri ke dokter dan laboratorium adalah salah satu cara untuk mendapatkan keterangan, apakah Anda menderita OP atau tidak.

Dengan sedini mungkin mengenali OP, risiko yang lebih berat, seperti fraktur atau patah tulang akan dapat dicegah.

Shiera Septrisya,

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)