Oleh Pouw Tjoen Tik

Salah satu pemeo dalam dunia kedokteran mengatakan: ”lebih baik seribu kali memotong usus buntu yang sehat dari pada sekali saja tidak membedah radang akut usus buntu”.

Hal ini bukan dimaksudkan untuk meremehkan operasi usus buntu. Pemeo tersebut hanya mengingatkan bahwa penanganan radang akut usus buntu tanpa pembedahan, risikonya jauh lebih besar ketimbang pembedahannya sendiri.

Walaupun bedah usus buntu merupakan tindakan gawat darurat, operasi ini tidak termasuk katagori bedah berisiko tinggi, terutama bila pasien datang dengan gejala-gejala dini. Dokter berpengalaman sekalipun kerap kali kewalahan dalam membuat diagnosis yang pasti.

Dalam hal ini keterangan pasien tentang awal timbulnya rasa nyeri sangat membantu penegakan diagnosis. Oleh karenanya, pengenalan gejala-gejala dini radang usus buntu perlu dimasyarakatkan.

Penyebab dan Gejala

Istilah usus buntu sebenarnya kurang tepat, karena usus yang seperti cacing ini tidak buntu, tetapi berhubungan dengan pangkal usus besar. Keradangan terjadi bila lubang penghubung tersebut tersumbat oleh tinja, cacing usus atau lendir getah bening yang mengeras.

Penyumbatan ini menyebabkan kuman-kuman dalam usus buntu menyerang dinding usus buntu. Usus buntu banyak mengandung kuman karena organ ini adalah jaringan getah bening yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh. Walaupun manusia dapat hidup normal tanpa usus buntu, pemotongan usus buntu yang tidak beradang, sebenarnya kurang tepat, karena dapat mengurangi daya tahan tubuh terhadap infeksi usus besar (Duke University Medical Centre in North Carolina – ABC News: October 10, 2007).

Nyeri ringan sekitar pusat atau lambung merupakan gejala awal dari radang usus buntu. Dalam waktu 6 jam, rasa nyeri secara berangsur meningkat dan mengarah ke perut bagian bawah sebelah kanan.

Pasien merasa lebih nyeri bila berjalan, mengangkat tungkai kanan, batuk, bersin atau mengejan. Pada perkembangan lebih lanjut, timbul demam hingga menggigil, mual, muntah, sembelit atau buang air besar (diarhae).

Diagnosis pada anak-anak dan lansia lebih sukar ketimbang pada orang dewasa muda. Untuk menegakkan diagnosis pada kelompok usia-usia ini, kerap kali dibutuhkan pemeriksaan dengan ultrasonography (USG) yaitu alat pemantul getaran suara yang bekerja sebagai layaknya alat pendeteksi benda-benda di dasar laut.

Pada anak-anak di bawah usia 2 tahun, gejala-gejala dini yang tersering adalah muntah dan kembung sehingga perut tampak membesar. Radang usus buntu pada anak di bawah usia satu tahun, praktis tidak terdiagnosis. Untungnya gangguan kesehatan ini terutama terjadi pada usia 11 hingga 20 tahun. Statistik menunjukkan bahwa pria lebih sering terserang ketimbang wanita, terutama bila dalam garis keturunannya ada yang mengalami keradangan usus buntu.

Pengenalan dini radang usus buntu dapat dibantu dengan mengukur suhu tubuh di bawah ketiak dan dubur. Dalam keadaan normal suhu dubur sekitar 0.5 derajat Celcius lebih tinggi ketimbang suhu ketiak. Bila perbedaan itu mencapai satu derajat Celcius atau lebih, maka harus diwaspadai kemungkinan terjadinya keradangan usus buntu.

Komplikasi radang usus buntu yang tersering adalah pecahnya dinding usus buntu. Isi usus buntu yang terdiri dari campuran nanah dan kuman-kuman tumpah ruah ke rongga perut.

Biasanya selaput perut segera melokalisasinya sehingga terbentuk abses. Komplikasi ini akan mengancam jiwa bila terjadi keradangan selaput perut yang luas (general peritonitis) atau kuman menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah (sepsis).

Pengobatan dan Pencegahan

Bila terjadi sembelit, jangan sekali-kali menggunakan obat pencahar baik yang di minum maupun yang dimasukkan melalui dubur. Obat pencahar sangat berbahaya karena dapat memecahkan dinding usus buntu yang beradang.

Rasa nyeri sekitar pusat yang mengarah ke bagian bawah perut sebelah kanan, harus ditengarai sebagai kemungkinan terjadinya radang usus buntu. Pasien secepatnya harus dibawa ke dokter dan untuk mempercepat persiapan operasi pasien jangan diberi makan atau minum.

Pembedahan harus dilakukan dalam 36 jam pertama sejak timbulnya gejala-gejala dini. Lama pembedahan sekitar 15-20 menit dan kesembuhan pasca bedah sangat cepat.

Pecahnya usus buntu sering kali terjadi 36 jam setelah gejala-gejala dini timbul. Dokter bedah terpaksa menunda operasi hingga abses terkendali dengan antibiotika.

Dalam dua dekade terakhir ini, usus buntu yang beradang dapat diambil tanpa perlu membuka perut. Teknik bedah ini disebut laparascopic appendectomy.

Irisan pada dinding perut hanya sekitar 0.5 – 1.5 cm. Melalui irisan ini dimasukkan tabung lensa teleskopik yang dihubungkan dengan kamera video. Tabung tersebut juga dilengkapi dengan kabel optic (fiber optic cable) yang dihubungkan dengan sumber cahaya halogen atau xenon untuk menerangi lapangan operasi. Di bawah penanganan dokter bedah yang telah berpengalaman, lama bedah laparoskopik ini berjalan sekitar 20-30 menit. Dibandingkan bedah usus buntu terbuka (laparatomy), teknik bedah ini lebih unggul, karena luka sayatan jauh lebih kecil sehingga kesembuhan lebih cepat dan rasa nyeri pasca bedah lebih ringan. Di samping itu, risiko operasi dapat pula ditekan sekecil mungkin.

Upaya pencegahan radang usus buntu masih dalam perdebatan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa radang usus buntu lebih jarang terjadi pada mereka yang banyak mengonsumsi makanan berserabut seperti sayur mayur (terutama yang hijau) dan buah-buahan segar serta banyak minum air. Hal ini pada gilirannya pula akan mengurangi terbentuknya pengerasan tinja yang dapat menyumbat lubang usus buntu.

Penulis adalah alumnus Fakultas Kedokteran Unair, berdomisili di Austin, Texas, USA.