Tidak semua jajanan yang dikudap si kecil aman dan sehat. Banyak jajanan yang ternyata tidak baik untuk kesehatan, karena “disisipi” bahan tambahan yang berbahaya. Jajanan seperti apa yang aman untuk dikonsumsi anak?

Pernahkah Anda perhatikan warna kuning, hijau, atau merah menyala pada jajanan yang tengah dikudap buah hati Anda? Sungguh terlihat menggiurkan, bukan? Jika warna-warni meriah tersebut berasal dari pewarna makanan yang baik, tentu tidak menjadi masalah. Persoalan baru muncul, jika warna “indah” itu berasal dari bahan pewarna buatan yang berbahaya. Dampaknya, jelas sangat merugikan, karena bisa memicu berbagai gangguan, mulai keracunan, alergi, sampai kanker. Dan gawatnya, pewarna buatan itu bukan satu-satunya, karena masih ada lagi bahan tambahan makanan lain yang tak kalah berbahayanya.

Sebetulnya, bahan tambahan makanan (food additives) jumlahnya sangat banyak. Menurut konsultan gizi dari RS Internasional Bintaro, Sri Durjati Boedihardjo, MD, MSc., Ph.D bahan tambahan yang berbahaya biasanya berasal dari bahan-bahan kimia yang tidak digunakan sebagaimana mestinya. Beberapa bahan tambahan berbahaya bagi manusia yang biasa digunakan pada jajanan anak antara lain formalin untuk mengawetkan, boraks untuk mengenyalkan, dan pewarna buatan.

Bahan-bahan tadi digunakan produsen dengan berbagai alasan. Pengawet, misalnya, digunakan karena daya tahan kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah rusak. “Dengan pengawetan, makanan bisa tahan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan,” kata Ndung, panggilan akrab Durjati. Alasan lain, tentu untuk menambah daya tarik makanan itu sendiri, misalnya pewarna buatan. “Warna-warna menyala pada jajanan anak tentu akan membuat anak tertarik untuk membeli.”

Jadi, dari kacamata pembuat (produsen), bahan-bahan ini digunakan untuk membuat makanan lebih awet, tahan lama, rupanya bagus, kenyal, rasanya manis, dan sebagainya. “Sementara dari sisi safety (keamanan) untuk konsumen jelas kurang.”

MSG Hingga Formalin

Bahan tambahan apa saja yang sering digunakan pada jajanan anak? Salah satunya adalah lain pewarna buatan. “Yang sering digunakan adalah rhodamin B (warna merah) dan methanil yellow (kuning). Padahal, keduanya biasa digunakan sebagai pewarna tekstil,” kata Ndung. “Pewarna alamiah tentu kurang menarik, apalagi untuk jajanan anak-anak.” Padahal, kalau mau, untuk pewarna bisa menggunakan kunyit, misalnya. Konsumsi tinggi bahan pewarna tadi bisa memicu diare, alergi, sampai kanker atau kerusakan ginjal.

Bahan tambahan lain adalah formalin yang sering digunakan sebagai pengawet. Sebetulnya, formalin digunakan untuk membunuh bakteri pembusuk atau untuk mengawetkan jasad mahluk hidup, tapi disalahgunakan untuk mengawetkan makanan. Bila dikonsumsi dalam konsentrasi tinggi, formalin dapat memengaruhi kerja saraf. Jika mau, sebetulnya bisa menggunakan garam atau laos untuk mengawetkan makanan. “Teknik pembuatan atau penyimpanan juga memengaruhi keawetan. Kalau tempat pembuatan steril, otomatis juga akan lebih mengawetkan makanan,” tambah Ndung.

Boraks juga sering digunakan sebagai bahan tambahan. Di beberapa daerah, boraks dikenal dengan sebutan bleng. “Boraks digunakan untuk mengenyalkan atau merenyahkan makanan, misalnya bakso, mi, atau kerupuk. Untuk mi, selain dikasih formalin, terkadang juga diberi semacam cairan lilin agar tidak lengket,” lanjut Ndung.

Bahan tambahan lain yang harus diwaspadai adalah MSG (bumbu penyedap masakan) dan pemanis buatan. “Meski efek MSG berbeda-beda pada setiap anak, tergantung usia, tapi untuk amannya, sebaiknya tidak usah diberi MSG. MSG bisa berdampak ke gangguan di hati, menimbulkan gangguan alergi, depresi, bahkan mengganggu keseimbangan fungsi otak. MSG juga sebaiknya tidak dikonsumsi ibu hamil, karena bisa masuk ke plasenta,” jelas Ndung. Sementara pemanis buatan, pada tingkat tertentu bisa menjadi karsinogen.

Waspadai Polutan

Bahan tambahan makanan biasanya sengaja (intentional) dimasukkan ke dalam produk makanan untuk memenuhi keinginan si pembuat, selama proses produksi hingga pengepakan. Tetapi, di samping bahan tambahan yang secara sengaja dimasukkan, ada juga bahan-bahan kimia yang tidak disengaja (insidental) masuk ke dalam produk makanan.

Salah satunya adalah POP (persistence organic pollutan), yang juga harus diwaspadai karena bisa menimbulkan dampak yang tak kalah berbahaya. POP adalah bahan-bahan kimia beracun yang sifatnya menetap. “Ia bisa menyebar melalui udara, air, makanan, dan sebagainya. Jika bahan-bahan ini masuk ke dalam tubuh, ia akan terakumulasi di jaringan lemak,” kata Ndung. Kelompok ini bisa menyebabkan kanker, gangguan reproduksi, kekebalan, ganguan sistem endokrin, alergi, gangguan fungsi susunan saraf pusat.

Ndung melanjutkan, ada 3 kelompok POP. Yang pertama pestisida, dalam berbagai jenis. Yang kedua, bahan-bahan kimia. “Kelompok terakhir ini yang susah, karena ia ada di mana-mana, di sekitar kita. Contohnya pada lampu TL. Dan yang ketiga adalah produk limbah, contohnya plastik. “Jangan salah, botol plastik bekas minuman kemasan juga berbahaya jika dipakai ulang terus-menerus. Bahan plastik botol mengandung zat-zat karsinogenik yang bisa memicu kanker. Pemakaian ulang terus-menerus akan membuat lapisan plastik rusak dan zat karsinogeniknya larut dalam air minum,” jelas Ndung. Begitu pun kantung platik hitam.

“Warna hitam pada kantung bisa jadi karena proses pembuatannya yang berkali-kali dengan proses daur ulang dari bermacam-macam plastik bekas. Kalau kena udara panas, bahan polutannya akan terbentuk.” Akibatnya, makanan yang ada di dalamnya, misalnya gorengan, pun bisa terkena polutan.

“Jangan salah, botol plastik bekas minuman kemasan juga berbahaya jika dipakai ulang terus menerus. Bahan plastik botol mengandung zat-zat karsinogenik yang bisa memicu kanker. Pemakaian ulang terus menerus akan membuat lapisan plastik rusak dan zat karsinogeniknya larut dalam air minum,” jelas Ndung. Selain plastik, timbal juga harus diwaspadai. Misalnya timbal hasil pembakaran BBM.

Selain bahaya akibat pemakaian bahan aditif yang tidak semestinya, bahaya lain juga harus dicermati. Misalnya, dari sisi penjualnya. “Misalnya penjual jajanan di depan sekolah anak. Apakah ia rajin cuci tangan, atau apakah ia sedang sakit, kan, kita tidak tahu.”

LATIH ANAK

Ndung menyarankan agar para orangtua mengajarkan dan melatih anak untuk melihat dan mengenali mana makanan yang baik dan man yang tidak. Misalnya sebelum dimakan, anak dilatih untuk melihat, apakah rasa, warna, dan rupa makanan tadi berubah. Dilihat juga, apakah makanan tadi berair atau berlendir. “Jadi, anak dilatih untuk melihat, apakah dari sisi kualitas, makanan-makanan tadi masih bisa dikonsumsi. Nah, kalau anak-anak sudah terlatih, begitu melihat nasi berlendir saja, ia pasti tahu bahwa nasi itu sudah tidak layak makan, misalnya,” kata Ndung. “Rasanya sedikit kecut, mereka tahu. Warnanya kok “aneh”, anak juga tahu bahwa makanan tadi tentu tidak baik.”

Orangtua juga harus pandai membaca label jajanan anak. Jajanan anak sekarang ada dimana-mana, dari yang kaki lima sampai yang buatan pabrik. “Kalau dulu hanya warna dan rasa, kini label juga menjadi penting dicermati, karena orang tidak hanya memberi MSG di bakso, tapi juga di makan kemasan. “Jika orangtua melihat ada kemasan yang tidak memberi kejelasan tentang komposisi, sebaiknya komplain.”

Selain itu, saran Ndung, anak sebaiknya juga diajari tentang kebersihan. Sehingga kalau ia melihat penjual jajan di sekolahnya tidak pernah cuci tangan, misalnya, ia sudah tahu bahwa jajanannya itu tidak bagus.

PENGAWET MAKANAN

Beberapa zat pengawet yang sering ditambahkan pada produk makanan antara lain.
1. Kalsium benzoat
Bahan pengawet ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil toksin (racun), spora dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat memengaruhi rasa. Bahan makanan atau minuman yang diberi kalsium benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair. Asam benzoat digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, sari buah, sirup, dan ikan asin. Bahan ini bisa memicu terjadinya serangan asma pada penderita asma, serta mereka yang peka terhadap aspirin.

2. Sulfur dioksida
Bahan pengawet ini banyak ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang kering, sirup dan acar. Meski bermanfaat, penambahan bahan pengawet tersebut berisiko menyebabkan perlukaan pada lambung, mempercepat serangan asma, memicu alergi, serta menyebabkan kanker.

3. Kalium asetat
Bahan pengawet ini biasanya ditambahkan pada makanan yang asam. Kalium asetat tidak aman karena bisa menyebabkan rusaknya ginjal.

4. Asam sorbat
Beberapa produk beraroma jeruk, berbahan keju, salad, dan produk minuman kerap ditambahi asam sorbat. Meski aman dalam konsentrasi tinggi, bahan pengawet ini bisa membuat perlukaan di kulit.

KIAT AMAN PILIH MAKANAN

1. Amati apakah warna makanan mencolok atau jauh berbeda dari warna aslinya. Warna snack, kerupuk, mi, es krim yang berwarna terlalu mencolok kemungkinan telah ditambahi zat pewarna yang tidak aman.

2. Jangan lupa, cicipi. Biasanya, lidah akan cukup jeli membedakan, mana makanan yang aman dan mana yang tidak. Makanan yang tidak aman umumnya berasa tajam. Misalnya sangat gurih.

3. Perhatikan pula kualitas makanan, apakah masih segar atau malah sudah berjamur yang bisa menyebabkan keracunan. Makanan yang sudah berjamur menandakan proses pengawetan tidak berjalan sempurna, atau makanan tersebut sudah kadaluarsa.

4. Baui juga aromanya. Bau apak atau tengik merupakan pertanda makanan tersebut sudah rusak atau terkontaminasi oleh mikroorganisme.

5. Amati komposisinya. Bacalah dengan teliti, adakah kandungan bahan-bahan makanan tambahan yang berbahaya yang bisa merusak kesehatan