Hawa sejuk pegunungan kawasan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, selain sangat cocok untuk budi daya berbagai jenis sayuran, sangat cocok pula untuk arena jalan-jalan menikmati panorama alam. Apalagi di kawasan ini terdapat sejumlah air terjun (curug). Salah satunya adalah Curug Bugbrug yang berlokasi di Desa Kertawangi, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Kata bugbrug adalah kata bahasa Sunda yang berarti bertumpuk atau bertumpang-tindih. Bisa jadi curug ini dinamai Curug Bugbrug karena air yang jatuh dari curug ini terlihat seperti bertumpuk-tumpuk (ngabugbrug, dalam bahasa Sunda).

Lokasi Curug Bugbrug tidak begitu jauh dari Curug Cimahi yang berdekatan dengan Terminal Cisarua. Dari Curug Cimahi, Anda tinggal berjalan ke arah timur dan kemudian (persis di dekat sebuah jembatan) berbelok ke arah utara menyusuri jalan setapak, melewati ladang-ladang dan perkebunan selada air sebelum akhirnya Anda bisa melihat Curug Bugbrug yang berada persis di sudut sebuah tebing.

Selain dari arah Curug Cimahi, Anda bisa juga menuju Curug Bugbrug dari arah Terminal Parongpong. Jika Anda dari Terminal Parongpong, Anda harus lebih dahulu masuk melewati kompleks Vila Bunga hingga menuju belakang Vila Bunga.

Nah, dari sini Anda tinggal bertanya kepada penduduk kampung di belakang Vila Bunga jalan ke arah Curug Bugbrug. Dari belakang Vila Bunga menuju Curug Bugbrug jaraknya sekitar 300-an meter, melewati jalan besar dan lantas jalan setapak.

Di musim penghujan, jalan menuju Curug Bugbrug , yang sebagian besar masih berupa tanah menjadi sangat becek dan berlumpur. Jadi, sebaiknya Anda menggunakan boot atau sendal jepit saja jika mau berkunjung ke Curug Bugbrug di musim penghujan.

Dibandingkan dengan tetangganya, Curug Cimahi, agaknya Curug Bugbrug masih kalah populer. Itulah sebabnya hingga kini tidak begitu banyak orang yang datang ke curug ini. Dengan demikian, pengunjung Curug Bugbrug tidak seramai dan sebanyak pengunjung Curug Cimahi.

Namun, justru di sinilah keasyikannya. Khusus, bagi mereka yang menyukai suasana hening dan tenang, Curug Bugbrug bisa menjadi pilihan untuk tempat rileksasi sekaligus membebaskan diri sesaat dari hiruk-pikuk kesibukan sehari-hari yang meletihkan fisik maupun pikiran.

Suara gemuruh air curug diiringi semilir angin pegunungan serta panorama hijau di sekitar curug mengalirkan udara adem serta nuansa kedamaian alami. Di depan curug, terdapat titian dari kayu dan bambu sederhana. Anda bisa duduk santai di atas titian ini sembari menatap ke arah curug yang berada persis di depan Anda.

IstimewaSuasana di perempatan Cimahi

Batu Besar

Di sekitar curug, terutama di sisi barat, terdapat beberapa saung yang bisa dimanfaatkan pengunjung untuk bersantai dan menikmati panorama curug dari arah sebelah atas sambil membuka bekal makanan. Sebuah mushala dan WC sederhana berdiri pula di sebelah barat curug yang berada di ketinggian sekira 1.050 meter di atas permukaan laut ini.

Sementara itu, sejumlah batu kali besar menghiasi sisi timur curug. Batu-batu besar ini sering dipilih sebagai tempat berdiri atau duduk para pengunjung tatkala berpose untuk berfoto-ria.

Meski kubangan air di dekat jatuhnya air curug terlihat jernih dan tenang, sebaiknya pengunjung curug menghindari untuk mendekat ke daerah ini. Sebuah plang peringatan dilarang berenang dipasang tidak jauh dari kubangan.

Menurut penuturan salah seorang penduduk setempat yang sempat penulis temui saat ia sedang mencari rumput untuk ternak di sekitar lokasi curug, kedalaman daerah kubangan ini sekira 3-4 meter. Tahun 2006 silam, dua orang pengunjung Curug Bugbrug tewas setelah terpeleset ke dalam kubangan ini. Akibat peristiwa tersebut, Curug Bugbrug sempat ditutup untuk umum beberapa waktu lamanya.

Tidak ada pintu masuk khusus yang dijaga oleh petugas khusus pula seperti di Curug Cimahi untuk memasuki kawasan Curug Bugbrug. Meski demikian, ketika penulis sedang berada di kawasan Curug Bugbrug beberapa waktu lalu, penulis sempat didatangi oleh sese- orang yang tiba-tiba meminta uang retribusi sebesar Rp 1.000 dengan dalih untuk pemeliharaan kawasan Curug Bugbrug. Ironisnya, yang bersangkutan tidak memberikan tiket/bukti masuk apa pun kepada penulis dan pengunjung lainnya.

Sekiranya pihak pemerintah kabupaten jeli, Curug Bugbrug dan perkebunan selada air dan sekitarnya sebenarnya bisa ditata dan dikelola lebih menarik lagi, seperti halnya Curug Cimahi sehingga bisa menjadi objek wisata yang bisa menyedot lebih banyak pengunjung sekaligus mendatangkan pemasukan berarti bagi pemkab. Tidak ada salahnya kalau pihak pemkab menggandeng pihak-pihak lain untuk mengembangkan dan melestarikan objek wisata Curug Bugbrug yang sebetulnya potensial ini. [Djoko Subinarto]