Menurut ahli penyakit saraf, Andradi Suryamihardja, gejala penyakit parkinson tidak semuanya bisa langsung nyata seperti petinju legendaris Muhammad Ali. Pada permulaan penyakit itu bisa saja hanya berupa leher yang terasa pegal-pegal (kaku) maupun susah tidur.

Penyakit parkinson termasuk yang belum diketahui benar mekanismenya. Meskipun gejala penyakit itu diketahui sejak tahun 1817 oleh James Parkinson, sampai saat ini para ahli terus-menerus belajar bagaimana mekanisme sebenarnya penyakit gangguan persarafan itu.

Lelaki Lebih Banyak daripada Perempuan

Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun.

Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui.

Penyebab

Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut.

Keturunan

Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun.

Kontaminasi Pestisida dan Sampah

Sampai saat ini dipercaya bahan-bahan beracun seperti racun untuk serangga (insektisida), tumbuhan pengganggu (herbisida), maupun bahan-bahan kimiawi pada industri seperti cat bisa mengakibatkan parkinson jika manusia terus-menerus terpapar.

Beberapa studi di luar negeri menunjukkan penyakit itu muncul pada penderita yang minum air sumur yang terkontaminasi secara menahun.

Demikian pula bila tinggal di dekat daerah industri kimia yang menghasilkan herbisida dan pestisida, meningkatkan risiko penyakit itu pada usia muda. Hal sama juga dilaporkan peneliti Basjiruddin dari Sumatera Barat.

Dalam laporan yang dipresentasikan pada tahun lalu (2002), terungkap bahwa banyak penderita memunyai pekerjaan sebagai petani. Tidak hanya itu, penduduk sekitar tempat pembuangan sampah juga harus hati-hati akibat kadar zat besi yang tinggi. Penyebab lain adalah karena trauma yang terus-menerus seperti pada petinju, otak kekurangan oksigen akibat penyakit seperti stroke, tumor otak, komplikasi dari penyakit sifilis atau tuberkulosis, dan lain-lain.

Gejala

Meskipun gejala yang disampaikan di bawah ini bukan hanya milik penderita parkinson, umumnya penderita parkinson mengalami hal itu.

a. Tremor/bergetar

Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Misalnya, bukan tidak mungkin pada saat menghadiri pesta ala buffet (berdiri), kita mendengar bunyi tik-tik-tik-tik-tik akibat piring yang beradu dengan sendok dari seseorang yang tangannya gemetaran. Memang benar, salah satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur.

Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi.

b. Rigiditas/kekakuan

Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher.

Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek. Contoh yang populer untuk cara berjalan seperti itu bisa dilihat pada petinju legendaris Muhammad Ali.

c. Akinesia/Bradikinesia

Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serbalambat.

Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret.

Sayangnya (atau untung?), kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu.

Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering “ngeces”.

d. Tiba-tiba Berhenti atau Ragu-ragu untuk Melangkah

Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi.

Menegakkan Diagnosis

Apakah seseorang itu benar-benar menderita parkinson atau tidak, tentu membutuhkan pemeriksaan cermat. Untuk menetapkan diagnosis (yang berpengaruh pada pengobatannya), dokter akan mewawancarai penderita maupun keluarga penderita.

Selain itu, tentu perlu pemeriksaan penunjang lain sesuai dengan kebutuhan dokter, seperti laboratorium dan MRI.

Pengobatan

Agar tidak cepat jatuh pada kondisi yang parah, penyakit parkinson harus ditangani sejak dini dan melibatkan banyak disiplin ilmu. Selain dokter saraf, peran disiplin ilmu lain seperti rehabilitasi dan psikiatri juga diperlukan. Bukan obat-obat farmakologik semata, namun rehabilitasi (latihan) penting juga dilakukan agar penderita (dan keluarga) bisa memperoleh kualitas hidup yang optimal.

Penderita sendiri perlu dilatih agar terbiasa dengan keadaannya untuk bisa duduk, mengangkat benda, bergerak dan lain-lain. Selain latihan seperti itu, perlu juga konsultasi psikologi, perubahan posisi kerja (job replacement) dari pekerjaan yang membutuhkan kewaspadaan (menyetir), gerakan halus (menulis) ke pekerjaan yang lebih tidak memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu. Perlu juga diperhatikan pengobatan yang membutuhkan dukungan finansial yang terus-menerus.

Obat-obatan Kedokteran

Pengobatan parkinson sangat individual. Masing-masing penderita memunyai cara pengobatan berbeda, bergantung pada tingkat keparahan, gejala yang paling mengganggu, dan sebagainya. Obat yang saat ini menjadi pilihan adalah Levodopa (yang akan dimetabolisme menjadi dopamin yang berguna sebagai pengantar impuls saraf), antikholinergik dan dopamin agonis.

Obat yang mengandung L-dopa kurang disenangi pasien akibat rasa mual yang ditimbulkan. Obat itu perlu dikombinasi agar dosisnya lebih rendah dan efek mualnya tidak terlalu dirasakan. Jenis dopamine agonis yang baru masuk di Indonesia adalah pramipexole.

Intervensi Bedah

Intervensi bedah kurang disukai masyarakat Indonesia mengingat usia pasien yang rata-rata sudah lanjut. Berbeda dengan di Barat karena lingkungan kehidupan mengharuskan pasien untuk tetap mandiri meskipun lanjut usia. Di Indonesia keluarga pasien lebih senang penderita dirawat di rumah saja. Belum lagi dengan angka keberhasilan operasi jenis destruktif (memotong jaringan) yang kalah dibandingkan dengan jenis operasi konstruktif+implantasi (penanaman jaringan).

Operasi jenis konstruktif+implantasi jaringan otak belum pernah dilakukan di Indonesia. Menurut informasi, pasien Indonesia yang ingin operasi jenis itu harus ke Hong Kong.