Penakluk pertama Mount Everest, puncak tertinggi dunia di Pegunungan
Himalaya, Sir Edmund Hillary, pernah ditanya wartawan apa yang
paling ditakutinya dalam menjelajah alam. Dia lalu mengaku tidak
takut pada binatang buas, jurang yang curam, bongkahan es raksasa,
atau padang pasir yang luas dan gersang sekali pun!

Lantas apa? “Sebutir pasir yang terselip di sela-sela jari kaki,”
kata Hillary. Wartawan heran, tetapi sang penjelajah melanjutkan kata-katanya,
“Sebutir pasir yang masuk di sela-sela jari kaki sering sekali
menjadi awal malapetaka. Ia bisa masuk ke kulit kaki atau menyelusup lewat kuku.
Lama-lama jari kaki terkena infeksi, lalu membusuk. Tanpa sadar, kakipun
tak bisa digerakkan. Itulah malapetaka bagi seorang penjelajah sebab
dia harus ditandu.”

Harimau, buaya, dan beruang –meski buas– adalah binatang yang
secara naluriah takut menghadapi manusia. Sedang menghadapi jurang
yang dalam dan ganasnya padang pasir, seorang penjelajah sudah punya persiapan memadai.
Tetapi, jika menghadapi sebutir pasir yang akan masuk ke jari kaki,
seorang penjelajah tak mempersiapkannya. Dia cenderung
mengabaikannya.

Apa yang dinyatakan Hillary, kalau kita renungkan, sebetulnya sama dengan
orang yang mengabaikan dosa-dosa kecil. Orang yang malakukan dosa
kecil –misalnya mencoba-coba mencicipi minuman keras atau
membicarakan keburukan orang lain– sering menganggap hal itu adalah
dosa yang kecil. Karena itu,banyak orang yang kebablasan melakukan dosa-dosa kecil sehingga
lambat laun jadi kebiasaan. Kalau sudah jadi kebiasaan, dosa kecil
itu pun akan berubah jadi dosa besar yang sangat membahayakan dirinya dan masyarakat.

Melihat kemungkinan potensi kerusakan besar yang tercipta dari
dosa-dosa kecil itulah, Nabi Muhammad saw mewanti-wanti agar
ummatnya tidak mengabaikan dosa-dosa kecil seraya tidak melupakan
amal baik kendati kecil juga.

Dalam kisah sufi, seorang pelacur masuk surga hanya karena memberi
minum anjing yang kehausan. Perbuatan yang cenderung dinilai sangat
kecil itu ternyata di mata Allah punya nilai sangat besar karena
faktor keikhlasannya.
Bukankah semua roh yang ada di seluruh jagad ini, termasuk roh
anjing tersebut, hakikatnya berasal dari Tuhan Yang Maha Pencipta
juga? Itulah nilai setetes air penyejuk yang diberikan sang pelacur
pada anjing yang kehausan.
Syaefudin Simon