Kamis, 21 Maret 2007 merupakan hari bahagia bagi keluarga seorang bayi laki-laki 9 bulan sekaligus Tim Bedah Saraf Siloam Hospitals Lippo Karawaci. Betapa tidak, lewat operasi yang melibatkan 8 tenaga medis, bayi 9 bulan tersebut telah lepas dari belenggu meningoensefalokel basal yang dideritanya sejak lahir.

Meningoensefalokel adalah suatu kelainan benjolan di selaput otak dan otak, akibat ketidaksempurnaan tulang dasar tengkorak yang tidak menutup dan mengakibatkan gangguan fungsi otak. Kasus ini berjumlah 1 banding 35.000 kelahiran hidup di dunia.

Biasanya ciri khas meningoensefalokel yang terjadi pada ras Eropa berupa mongoloid (benjolan) melorot ke belakang. Sedang ras Timur Jauh dan Asia kecenderungannya khas benjolan kedepan, tepatnya di tengah hidung. Kasus meningoensefalokel basal dianggap langka karena cirinya berupa (benjolan) melorot ke dalam sehingga tak tampak benjolan pada struktur wajah.

Pada sang bayi terdapat lubang berdiameter 2,5 centimeter terletak di belakang mata. Keadaan ini menyebabkan otak penghidu (pengatur indera pencium) sebesar baso melorot keluar dan masuk ke rongga hidung dan rongga mulut.

Akibatnya ia sering tercekik saat minum atau tidur, bahkan pernah sampai biru sekujur tubuhnya. Selain itu, ia juga sumbing, tidak memiliki langit-langit mulut, dan jarak matanya jauh (hypertelorism). Kelainan yang masih belum ditangani dokter adalah, bayi lelaki ini tidak memiliki tulang rawan hidung.

Sebelumnya keluarga dari pasien telah melakukan konsultasi ke Malaysia. Namun, mereka memutuskan untuk mendapatkan perawatan di Siloam Hospitals Lippo Karawaci dimana rumah sakit ini pun memiliki standar internasional.

Rekonstruksi operasi yang melibatkan 4 ahli bedah syaraf , 1 bedah plastik, 2 anastesis, dan 1 bedah anak. Memakan waktu 10 jam untuk bedah otak. Tindakan yang dilakukan, yakni tengkorak depan dipotong melingkar seperti bando dari atas telinga kiri ke telinga kanan.

Benjolan otak penghidu dibuang, kemudian dijahit kembali. Agar tidak terjadi kebocoran ditambal dengan otot. Penjahitan dilakukan dengan meng- gunakan wadah water tight (tidak tembus air) agar air otak penghidu jangan menetes seperti pilek. Bila menetes kuman bisa menjalar ke otak lewat mulut dan hidung menimbulkan infeksi meninghitis.

Dampak dari tindakan ini, fungsi otak penghidu sebagai indera penciuman hilang. Tindakan ini terpaksa dilakukan juga dengan pertimbangan bahwa otak penghidunya memang sudah rusak karena sudah lama terjepit dan tidak berfungsi. Jadi, dibuang pun tidak masalah.

Untuk menutup lubang tengkorak di belakang bola mata, diambil dari batok dahinya yang hanya setebal 1 milimeter dibagi dua. Sisi bagian dalam batok dilem ke tempat yang lubang dengan terlebih dahulu membuat luka sayatan sehingga tengkorak dapat menyatu. Sedang bagian batok luar direkatkan kembali ke tempat semula. Sehingga dari segi estetika terlihat bagus.

Dua puluh dua hari pascaoperasi pertumbuhan bayi laki-laki ini sangat bagus. Dia dapat merespons orang- orang yang menengok dan menegurnya. Selain itu juga tampak lincah. Sudah mulai dapat duduk, diperkirakan tulang-tulangnya yang telah dioperasi dapat segera menyatu, seperti halnya orthopedic, tulang patah yang direkatkan dapat menyatu kembali

Tanggal 13 April 2007, sang bayi dan ibunya sudah boleh pulang ke Batam, dan dianjurkan kontrol kembali 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun. Di masa datang, ketua tim dokter ini berencana mengevaluasi terus sampai anak tersebut dewasa.

Saat ini, muka bayi masih terus berkembang, dan diharapkan perkembangannya proporsional. Bila diperlukan, operasi lebih lanjut akan dilakukan. Saat ini si bayi masih belum memiliki tulang rawan hidung yang bisa goyang-goyang.

Langka

Kasus langka semacam itu pertama kali ditangani tim dokter bedah otak Siloam Hospitals Lippo Karawaci pada Februari 2007 lalu. Waktu itu pasiennya seorang mahasiswa berusia 20 tahun. Mata kanannya buta sejak lahir.

Dia datang dengan keluhan mata kirinya buta mendadak dan hanya bisa melihat lampu. Maka dr Eka melakukan pemeriksaan diangnosis Magnetic Resonance Imaging (MRI), pemeriksaan seluruh organ dari susunan Syaraf Pusat, Musculoskeletal, Thorax dan abdomen radias. Kemudian pemeriksaan Computerized Tomography Scanning (CT- Scan) menghasilkan gambar irisan-irisan digital penampang manusia.

Terdeteksi tengkoraknya berlubang, kebutaan mendadak disebabkan karena syaraf otak yang mengatur indera penglihatan terperosok dan syaraf matanya menggantung sehingga terjadi buta secara mendadak.

Untuk mengatasi hal itu, saraf otak dan saraf matanya diganjal dengan lemak dari perut. Jadi kasus ini merupakan kelainan yang tidak terdeteksi dan baru ketahuan setelah kebutaan terjadi. Setelah lubang diganjal dengan lemak perut, satu matanya sudah dapat melihat lagi. Setelah itu, ia sudah dapat kembali kuliah dan mengendarai motor seperti semula.

Ketua Tim Bedah Saraf Dr Eka J Wahjoepramono, SpBS berusia 49 tahun, President elect to the Asian Oceanian International Congres on Skull Base Surgery tahun 2010 – 2012. Anggota timnya terdiri atas Dr Yesaya Yunus, SpBS, Dr Harsan SpBS, MKes Dr Julius July, SpBS.

Tim ini berprinsip memajukan perkembangan bedah saraf di Indonesia dengan cara: meningkatkan kerja sama tim di Indonesia dan meningkatkan sistem rujukan, belajar dan konsultasi dengan para ahli lewat pertemuan atau seminar bedah saraf di seluruh dunia dan mengikuti perkembangan teknologi di Indonesia supaya setara dengan teknologi luar negeri.

Setelah melewati masa sulit, ibunda sang bayi merasa prihatin dengan orang yang mengalami meningoensefalokel basal, apalagi bila penderita kurang mampu. [JHN/M-15]