Oleh Pouw Tjoen Tik

Pembesaran kelenjar prostat mengingatkan penulis akan komentar seorang rekan yang menghubungkannya dengan besar birahi (libido) seseorang. Kesimpulan nonilmiah ini ditarik dari kenyataan bahwa libido, pada pria maupun wanita, membutuhkan hormon pria (testosterone) yang memang menjadi salah satu biang keladi pembesaran prostat.

Namun, penelitian menunjukkan bahwa besar libido pada pria, sama sekali tidak ditentukan oleh kadar testosteronenya. Bahkan, kadar testosterone yang dibutuhkan untuk membangkitkan libido cukup rendah (American Journal of Physiology: Endocrinology and Metabolism, December 2001). Di samping itu, pembesaran prostat mulai terjadi pada usia di mana justru libido mulai menurun.

Anatomi dan Fungsi

Prostat adalah kelenjar reproduktif pria sebesar kacang walnut (lebar x tebal x panjang = 3,7 x 2,5 x 2,5 cm). Kelenjar yang menempel pada bagian bawah pangkal kelamin ini, diapit oleh kandung seni dan rectum (bagian usus di atas dubur).

Saluran kemih (urethra) yang keluar dari kandung seni, melintas di bagian tengah kelenjar ini. Seperti pada buah dada, prostat terdiri atas kelenjar dan serabut otot. Kontraksi serabut ototnya memerah dan mencegah cairan prostat tercampur dengan air seni. Selain menjadi kolam renang, cairan prostat juga merupakan sumber nutrisi bagi sperma.

Sifatnya yang alkalis melindungi sperma dari keasaman jalan lahir (vagina). Pada ejukulasi, semen yang berkonsistensi seperti gel menempel di mulut rahim, sehingga sperma terhalang memasuki rahim.

Lima belas hingga tiga puluh menit kemudian, protein prostat yang disebut Prostate Specific Antigen (PSA) melumerkan gel semen. Jutaan sperma yang terlepas dari kungkungan gel kemudian berhamburan memasuki rahim.

Menginjak usia empat puluh tahun, hampir semua pria mengalami perubahan mikroskopis pada kelenjar prostatnya. Pada usia lima puluh tahun, lima puluh persen perubahan mikroskopis tersebut berkembang menjadi pembesaran prostat yang bersifat jinak (benign prostate hypertrophy/BPH).

Hingga saat ini, mekanisme terjadinya BPH belum diketahui secara jelas. Namun, peran kelompok hormon seks (estrogen, testosterone, prolactin) dan insulin tidak lagi diragukan. Testosterone merangsang BPH setelah tubuh mengubahnya menjadi 5-alpha-dihydrotestosterone (DHT).

Hanya 50 persen dari BPH memberi gejala-gejala klinis akibat keradangan prostat (prostatitis) atau terbentuknya dungkul-dungkul keras (nodules) yang menjepit urethra. Keluhan pasien adalah: sering kencing (bahasa Jawa: ‘beser’), kencing tidak lancar, makin mengejan aliran air seni makin mengecil, dan sering kencing pada malam hari (nocturia).

Diagnosis BPH ditegakkan berdasar hasil perabaan kelenjar prostat melalui dubur (Digital Rectal Exam – DRE) dan pengukuran sisa air seni dalam kandung seni sesudah kencing secara tuntas. Diagnosis dini dari kanker prostat memerlukan pemeriksaan ultrasonography rectum (Rectal Ultrasound), pengambilan contoh jaringan (needle biopsy) dan pengukuran kadar SPA.

American College of Preventive Medicine menganjurkan pemeriksaan tahunan DRE/SPA, hanya dilakukan pada mereka yang dalam garis keturunannya ada yang terserang kanker prostat dan mereka yang berusia lima puluh tahun ke atas dengan harapan hidup sekurang-kurangnya sepuluh tahun lagi (American Journal of Preventive Medicine, Februari 2008).

Pengobatan dan Pencegahan

BPH termasuk kasus bedah, karena penanganan medis dilakukan melalui pembedahan. Indikasi bedah prostat adalah: nyeri bila kencing, mendadak tidak dapat kencing, gangguan kencing yang menahun, perdarahan dan timbulnya komplikasi keradangan atau batu ginjal. Bedah prostat tidak lain daripada pengerokan jaringan prostat yang menjepit urethra.

Sembilan puluh persen pengerokan dilakukan melalui urethra (transurethral resection of the prostate – TURP). Akan tetapi, pada kasus-kasus di mana terjadi penyempitan urethra, BPH terlalu besar, atau ada kerusakan pada dinding kandung seni, maka bedah prostat dilakukan dengan membuka dinding bawah perut.

Teknik pembedahan terbaru adalah membakar jaringan prostat dengan sinar laser (Photoselective vaporization of the prostate dan Interstitial laser coagulation). Sejak berabad-abad, dunia kedokteran timur dan barat telah mengenal BPH.

Penanganan BPH pra-pembedahan modern adalah dengan menggunakan ramuan berbagai tanaman. Salah satu yang hingga kini masih dipakai adalah ekstrak dari palm kerdil asal Amerika tenggara, yaitu Saw Palmetto.

Berdasar penelitian klinis, serbuk tanaman ini mampu menurunkan kadar DHT, sehingga BPH mengecil, di samping dapat pula mencegah terjadinya prostatitis. Hingga kini belum ditemukan efek sampingan yang merugikan.

Sebaliknya, Saw Palmetto memiliki khasiat tambahan berupa penyuburan rambut, pengurangan nyeri haid, dan perbaikan kinerja kelenjar gondok, sehingga libido yang sempat meredup oleh ulah BPH dapat dinormalisasi.

Selain Saw Palmetto, biji labu merah (pumpkin) yang kaya akan lemak omega-3 dan omega-6, juga berkhasiat mengendalikan BPH dan mencegah prostatitis. BPH dapat dicegah secara dini dengan obat-obatan anti pembentukan DHT (Proscar dan Avodart).

Di samping itu, seperti pada penyakit jantung koroner, diperlukan pula perubahan gaya hidup. Hindari merokok; jangan minum setelah jam tujuh malam, upayakan agar kandung seni tidak penuh (kencing dalam posisi duduk lebih efektif daripada berdiri); hindari penggunaan obat-obatan anti hidung buntu (akan mempersulit kencing); hindari kedinginan, serta berolahraga secara teratur sesuai umur dan kondisi tubuh.

Penulis adalah alumnus Fakultas Kedokteran Unair, berdomisili di Austin, Texas, USA