foto-foto: istimewa

Internet memang telah mengubah dan memudahkan segalanya. Tentu yang dimaksud dalam hal ini, penggalangan informasi. Namun, kebebasan internet yang tanpa batas itu, tak kurang memunculkan masalah. Masalah umum berkait dengan internet, semula tentang pornografi dan kekerasan dan berbagai hal yang berhubungan dengan susila dan budaya. Menyangkut tentang hal ini, beberapa negara pun membuat kebijaksanaan membatasi penggunaan internet bagi warganya, dengan menutup akses portal-portal tertentu seperti dilakukan Tiongkok. Pembatasan dan penutupan akses ini umum dilakukan para orangtua dan perusahaan, dengan memasukkan kode kata-kata tertentu oleh admin Teknologi Informasi (TI) sehingga ketika kata-kata itu terketik sebagai alamat akses, otomatis alamat itu tidak terakses. Ini contoh masalah klasik. Sekarang, internet tengah dimaraki blog. Menyebut para blogger, tak terhitung jumlahnya. Intinya, para blogger adalah mereka yang gemar menulis di media internet, baik membuat halaman portal sendiri maupun mengetik blog di halaman portal lain. Aktivitas posting atau blog berupa tulisan dan gambar ini bahkan disediakan oleh beberapa website populer dan terpercaya seperti Yahoo!, the New York Times, Reuters, BBC, CNET, MSN dan website lokal kita Detikcom. Pada website-website tersebut, jelas-jelas disediakan kanal blogs yang memungkinkan siapa saja, menulis tentang apa saja di kanal tersebut.

Beberapa blogger juga acap membuat halaman yang isinya terserah si blogger itu. Ada yang tentang mengisahkan perjalanan hidup, juga yang berupa promosi diri. Beberapa blogger ini juga ada yang masyarakat biasa, ada juga yang figur publik dan artis. Artis Indonesia pun sudah banyak yang mempergunakan media blog sebagai wadah interaksi mereka dengan publik yang tertarik kepadanya, melalui media internet. Menyebut contoh blog artis misalnya, milik Maia Estianty yang kebetulan kemelut rumah tangganya tengah menjadi sorotan dan mengundang simpati para perempuan Indonesia. Ini bisa terlihat pada blog Maia yang banyak dikomentari perempuan.

Blogs, selama belum ada aturannya memang sah-sah saja diisi sesuka pembuatnya juga yang menulis di kanal blogs itu. Masalahnya, seberapa sahih blog itu dibuat oleh para blogger? Layak tidak sebuah blog dipercaya begitu saja?

Coba kita simak kasus yang terjadi baru-baru ini akibat mengutip dan mempercayai sebuah blog yakni yang terjadi di lembaga berita Prancis AFP (Agence France Presse). Kantor berita kondang ini baru-baru ini melarang wartawannya mengutip Wikipedia dan Facebook sebagai sumber berita. Pasalnya salah satu wartawan AFP mengutip profil putra Benazir Bhutto, Bilawal Bhutto dari website tersebut. Sayangnya, wartawan dimaksud lantas membuat berita dengan tambahan informasi dari website itu tanpa melakukan cek ulang dari sumber lain. Belakangan diketahui profil tersebut ternyata palsu. Majalah Time menemukan bahwa pemilik profil dalam Facebook itu ternyata bernama Bilawal Lawalib, bukan Bilawal Bhutto. Usia Bilawal baru 19 tahun dan berstatus sebagai mahasiswa Oxford.

Kasus tersebut membuat AFP meminta maaf kepada publik sebagai bentuk pertanggungjawaban kantor berita yang acap dikutip media massa dunia itu. Sebagai akibat insiden tersebut, kredibilitas AFP sebagai kantor berita terpercaya, ternodai. Sebelumnya AFP juga telah melarang wartawannya mengutip informasi dari Wikipedia. Wikipedia adalah ensiklopedia online yang updating informasinya dapat dilakukan oleh siapa saja. Setiap orang dari penjuru dunia bisa membuat, menambahkan atau menyunting informasi yang ada. Tetapi, tidak dapat mengetahui siapa yang melakukan updating itu dan akurasi dari informasi tersebut.

“Peraturan internal kami sebelumnya telah melarang penggunaan Wikipedia sebagai sumber berita. Dalam kebijakan baru, pelarangan ini kini juga ditujukan untuk Facebook karena insiden Bilawal,” ungkap perwakilan AFP di London, Pierre Lessourd.

“Wikipedia”

Bagaimana dengan di Indonesia? Wikipedia ternyata banyak dikutip oleh wartawan Indonesia dan sudah memunculkan kasus. Baru-baru ini sebuah suratkabar harian nasional terbesar di Indonesia, menjadi pembicaraan di sebuah mailing list (milis) yang anggotanya tersebar di banyak daerah. Hal ini berkaitan dengan berita di koran terbesar itu, tentang permintaan maaf Perdana Menteri (PM) Australia, Kevin Ruud, terhadap suku Aborigin.

Bukan membahas kasus permintaan maaf PM Australia terhadap suku Aborigin tersebut yang diramaikan milis, tetapi karena suratkabar nasional yang paling banyak dibaca orang itu mengutip Wikipedia. Seorang anggota milis menanyakan, apakah pantas sebuah suratkabar ternama mengutip Wikipedia? Seperti yang kita tahu, Wikipedia adalah ensiklopedia “terbuka” tempat hampir setiap orang dapat mengubah isi tulisan yang terpampang di sana. Pertanyaan itu kontan ditanggapi cukup banyak anggota milis lainnya.

Ada yang menggarisbawahi pendapat bahwa walaupun disebut ensiklopedia, namun Wikipedia mengandung beberapa kelemahan. Wikipedia memang dapat terus di-update isinya oleh siapa pun yang mendaftar menjadi anggota untuk melakukan penyuntingan. Termasuk menambah atau mengurangi data. Bahkan ada orang yang ingin terkenal lalu memasukkan entry Wikipedia mengenai dirinya dan tentu saja tentang segala hal yang baik dari dirinya.

Anggota milis lain menimpali dengan mengatakan, salesman dan product manager yang agresif, juga sering menggunakan Wikipedia untuk branding product-nya. Jadi, apakah validitas dan keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan? Begitu diungkapkan seorang anggota milis.

Namun ada juga yang menanggapi, Wikipedia tetap dapat dijadikan sumber berita. Alasannya, “ensiklopedia terbuka” itu mencantumkan pula referensi atas data-data yang ditampilkan di situ. Wikipedia juga dapat menjadi sumber berita setelah dilakukan pengecekan ulang terhadap data-data yang dimuat di situ.

Persoalannya, karena entry dalam Wikipedia dapat ditulis, disusun, dan dimasukkan oleh siapa saja, maka yang memasukkan data-data dalam entry itu pun dapat memasukkan referensi apa saja yang mendukung data tersebut. Mengenai kebenaran referensi itu, tentu saja patut dipertanyakan lagi, seperti kasus pada AFP itu.

Ini berbeda dengan ensiklopedia dalam bentuk buku cetakan, seperti Encyclopedia Britannica, Encyclopedia Americana, maupun Ensiklopedi Indonesia. Ensiklopedia tersebut disusun oleh para pakar yang nama, institusi, dan alamatnya dikenal luas dan melalui proses penyuntingan yang cukup ketat dilakukan oleh suatu tim penyunting yang dibentuk khusus oleh para penerbit ensiklopedia masing-masing.

Sumber Berita

Ensiklopedia-ensiklopedia tersebut juga tidak memasukkan entry mengenai seseorang atau suatu produk yang dilakukan oleh orang itu atau produsen produk itu sendiri. Jadi, upaya untuk menonjolkan diri sendiri atau produk buatannya sendiri, dapat diminimalisir sekecil mungkin. Itulah sebabnya, mungkin tepat yang dikatakan seorang anggota milis yang mempermasalahkan penggunaan Wikipedia sebagai sumber berita, bahwa sebaiknya website ini hanya dijadikan bahan awal untuk mencari bahan yang lebih tepat dengan sumber yang lebih akurat.

Di luar itu, hal lain yang perlu diwaspadai adalah selalu berubah-ubahnya data di Wikipedia, kalau suatu entry memang banyak diperhatikan orang, yang kemudian disunting berkali-kali datanya. Jadi kalau ada data yang dikutip sebagai sumber berita, bisa saja ternyata telah berubah karena telah disunting ulang berkali-kali. Akibatnya, ketika orang ingin melacak ke sumbernya, yaitu data di Wikipedia, ternyata informasi yang ingin dicari telah tak ada.

Kasus lain berkaitan dengan bebasnya siapa pun menulis di internet, juga menimpa seorang pengusaha. Namanya juga pengusaha yang ingin jualan produknya laris, suatu ketika dia percaya saja ketika seorang blogger yang kerap menulis di media internet memperkenal diri sebagai koresponden beberapa media ternama seperti Reuters, the New York Times, CNN,CNET, Yahoo dan banyak lagi. Penulis tersebut juga tidak melakukan penipuan, karena memang tulisannya atau blogs-nya memang termuat di website-website tersebut, dalam kanal blogs. Sang pengusaha yang tampaknya tidak bisa membedakan status koresponden dengan blogger ini pun, asyik-asyik saja ketika beberapa produknya ditulis oleh si penulis internet itu untuk dimuat di beberapa website di internet.

Hasil kerja si penulis ini memang termuat di kanal blogs website-website dimaksud. Namun, pengusaha tersebut belakangan mengeluh karena si penulis setiap memuat blog uang jutaan rupiah dengan alasan biaya menulis di website dimaksud. Padahal sampai saat ini, kanal blogs manapun tidak memungut biaya pemuatan. Sementara bila koresponden kantor berita, tentunya dibayar oleh kantor berita yang mempekerjakan. Berbeda dengan yang dilakukan beberapa perusahaan yang memang mempekerjakan beberapa blogger, untuk melakukan branding product dan review product agar lebih dikenal masyarakat melalui internet. Aksi blogs untuk kepentingan komersial itupun memang lebih murah ketimbang memasang iklan. Blogs pun menjadi cara jitu untuk berjualan produk dengan biaya murah. Jadi bagaimana? Mau percaya blog? [DLS/B-8/N-5]