Ini merupakan judul sebuah artikel yang dimuat majalah Dis Lancet Infect
edisi Februari 2003 yang ditulis oleh seorang Dr. Dixon, ia mengatakan,
madu sangat kuat menguasai kuman. Sehingga tidak ada satu kuman pun yang
sanggup berhadapan dengan madu.
Dr Dixon, merupakan seorang dari sekian banyak para ilmuwan yang diberi
anugerah oleh Allah dapat mengkaji manfaat maju. Padahal, khasiat madu
sudah diungkapkan oleh Sang Khalik melalui kitabnya: “Dari perut lebah
itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya. Di dalamnya
terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya, pada yang
demikian itu, benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi
orang-orang yang memikirkannya
. ” (An-Nahl 69-69)

Yang menarik, penderita kencing manis, yang oleh para dokter diminta
untuk tidak mengkonsumsi makanan atau minuman yang manis, termasuk madu.
Karena, dianggap bisa menaikkan kadar gula dalam tubuh. Ternyata,
menurut penelitian, anjuran itu tidak berlaku.
Madu, justru mampu menurunkan kadar gula di dalam darah orang yang
terkena sakit gula. Beberapa penemuan membuktikan bahwa di dalam madu
terdapat unsur oksidasi yang menjadi pengurai gula di dalam darah lebih
mudah, yang tidak membuat kadar gula semakin bertambah tinggi. Madu yang
kaya dengan vitamin B1, B5 dan G, justru sangat diperlukan bagi
penderita kencing manis. Karena, madu mengandung sekitar 100 unsur
berbeda yang dianggap sangat urgen bagi tubuh manusia, khususnya bagi
penderita diabtesi tersebut.

Seorang filsuf dan penulis Yunani, Athenaeus, menyatakan bahwa siapa
saja yang rajin mengonsumsi madu setiap hari akan bebas dari penyakit
selama hidupnya. Dia tidak mengada-ada karena di dalam madu memang
termuat rupa-rupa nutrisi yang unik dan potensial untuk memelihara
kesehatan dan kecantikan. Madu memiliki kekuatan menyembuhkan yang
hebat. Berbagai nutrisi yang dikandungnya telah lama dimanfaatkan untuk
mengatasi luka bakar, menambah stamina, menaikkan gairah seksual, bahkan
dapat mencegah kanker. Cairan berwarna keemasan ini pun merupakan
perawat keindahan kulit yang bermutu.
Seorang ilmuwan dari Universitas Illinois di Urbana, Amerika Serikat,
menulis dalam Journal of Apicultural Research bahwa khasiat
masing-masing madu bisa saja berbeda, namun semua jenis madu pasti
mengandung antioksidan, seperti vitamin E dan vitamin C, yang sama
kadarnya. Antioksidan tersebut diyakini mampu mencegah terjadinya
kanker, penyakit jantung, dan penyakit lainnya.

Secara lebih rinci Prof. DR. H. Muhilal, pakar gizi dari Pusat
Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor, menguraikan tentang kandungan
gizi madu. Asam amino, karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin
serta mineral adalah zat gizi dalam madu yang mudah diserap sel-sel
tubuh.
Asam amino bebas dalam madu mampu membantu penyembuhan penyakit, juga
sebagai bahan pembentukan neurotransmitter atau senyawa yang berperan
dalam mengoptimalkan fungsi otak. Madu juga mengandung zat antibiotik
yang berguna untuk mengalahkan kuman patogen penyebab penyakit infeksi.
Karbohidrat madu termasuk tipe sederhana. Rata-rata komposisinya adalah
17,1 persen air; 82,4 persen karbohidrat total; 0,5 persen protein, asam
amino, vitamin, dan mineral. Karbohidrat tersebut utamanya terdiri dari
38,5 persen fruktosa dan 31 persen glukosa. Sisanya, 12,9 persen
karbohidrat yang terbuat dari maltose, sukrosa, dan gula lain. Sebagai
karbohidrat, satu sendok makan madu dapat memasok energi sebanyak 64
kalori.
Berkat kekayaan zat gizinya, tak heran jika madu sejak zaman baheula
digunakan sebagai obat. Bangsa Mesir kuno misalnya sudah memanfaatkan
madu untuk mengobati luka bakar dan luka akibat benda tajam. Dalam
penelitian ribuan tahun kemudian ditemukan sifat antiseptik ringan dan
antimikrobial dari madu. Karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri
itulah, madu mampu mempercepat penyembuhan luka.

“Sifat antibakteri dari madu membantu mengatasi infeksi pada perlukaan
dan aksi antiinflamasinya dapat mengurangi nyeri serta meningkatkan
sirkulasi yang berpengaruh pada proses penyembuhan, ” kata Dr. Peter
Molan dari University of Waikato, New Zealand, melalui situs kesehatan.
Madu juga merangsang tumbuhnya jaringan baru, sehingga selain
mempercepat penyembuhan juga mengurangi timbulnya parut atau bekas luka
pada kulit.
Sebuah studi terbaru menemukan kandungan antioksidan di dalam cairan
mujarab tersebut. Itu artinya madu ampuh untuk menangkal radikal bebas.
Kita tahu bahwa radikal bebas menjadi penyebab terjadinya berbagai
penyakit yang sulit dikontrol, salah satunya kanker.
Temuan tersebut mendorong para peneliti untuk mencari tahu lebih jauh
tentang zat-zat antikanker yang dikandung madu. Diharapkan berbagai
penelitian terkini akan semakin mengukuhkan khasiat madu yang sangat
potensial untuk menghentikan penyebaran penyakit ganas.
Reputasi madu untuk mengatasi gangguan pernapasan masih tetap diakui.
Terutama untuk mengusir dahak atau cairan yang menyumbat saluran
pernapasan. Masyarakat Yunani dan Romawi percaya khasiat madu sebagai
dekongestan (pelega hidung saat pilek).
Madu juga memiliki sifat sedatif (penenang) yang ringan. Maka itu
masyarakat tradisional sering membubuhkan madu pada segelas susu untuk
diminum sebelum tidur. Minuman ini membuat mereka rileks dan bisa segera
tidur nyenyak.

Hampir semua makanan manis akan merangsang otak untuk memproduksi
endorfin atau pembunuh nyeri alami di dalam tubuh. Tak terkecuali rasa
manis alami yang dihasilkan madu. Berkaitan dengan kadar fruktosanya
yang tinggi, membuat madu mempunyai efek laksatif atau pencahar yang
ringan.
Efek lain dari madu yang dipercaya sejak lama, yakni sebagai aprodisiak
atau pembangkit gairah seksual. Istilah honeymoon (bulan madu) berasal
dari tradisi kuno masyarakat Eropa Utara, ketika pasangan pengantin baru
diharuskan mengonsumsi madu dan mead (minuman sejenis wine yang dibuat
dari fermentasi madu) yang diyakini bersifat aprodisiak tadi.

Madu juga memiliki aktivitas sebagai disinfektan ringan, sehingga mampu
menyembuhkan radang tenggorokan. Cairan manis ini juga bisa meningkatkan
produksi saliva atau cairan ludah yang dapat membantu mengatasi
tenggorokan yang kering atau teriritasi.
Para penyanyi opera pun gemar memanfaatkan madu untuk memelihara kondisi
tenggorokan mereka, supaya tetap bisa melantunkan lagu-lagu merdu.
Segelas air hangat dicampur lemon dan madu merupakan ramuan tradisional
yang biasa digunakan untuk mengikis radang tenggorokan.
Jika Anda ingin awet muda, tetap segar dan bugar walau sudah berusia
tua, selalu makan madu secara rutin. Demikian pesan pionir ilmu
kedokteran modern sekaligus filsuf Islam, Dr. Ibnu Sina.

Kaum perempuan di Mesir, Yunani, dan Rusia memang sudah memanfaatkan
madu sejak lama untuk memelihara kecantikan kulit muka agar tetap cantik
dan bersih. Juga untuk menghilangkan noda dan bintik-bintik hitam
(hiperpigmentasi) , serta mencegah keriput. Ramuan berupa 100 gram madu
dicampur 25 ml alkohol dan 25 ml air bersih bisa dicoba untuk merawat
keindahan kulit Anda.
Rasa madu sangat dipengaruhi oleh jenis bunga yang dikunjungi lebah
untuk diambil nektarnya (bahan pembuat madu). Saat ini bisa dijumpai
berbagai madu, seperti madu randu, madu klengkeng, madu asam, madu
mangga, madu apel, madu ceri, madu jeruk, madu peer, dan banyak lagi.
Apabila bunga yang dihinggapi lebah memiliki zat-zat racun, kemungkinan
besar madunya pun beracun. Lebah yang mengambil nektar dari bunga pohon
rhododendron misalnya, bisa memproduksi madu beracun. Bila dikonsumsi,
madu ini bisa menyebabkan kelumpuhan.

Beberapa tanaman, selain rhododendron, mengandung senyawa beracun dalam
nektarnya, antara lain azalea, andromeda, agave, atropa, datura,
euphorbia, kalmia, gelsemium, dan melaleuca. Madu beracun ini
biasanyamerupakan madu liar.

Saat ini madu sudah banyak diproduksi yang tentunya mengembil
jenis-jenis tanaman yang selain tidak beracun juga bermanfaat bagi
kesehatan. Salah satu keunikan dari madu, meski memiliki rasa manis,
tidak begitu berbahaya dibanding gula.
Meski efeknya ringan dalam menaikkan gula darah dibanding sumber
karbohidrat lain, bagi diabetesi dianjurkan untuk tetap berkonsultasi ke
dokter bila mengonsumsinya.
Manis alami madu telah digunakan di Inggris hingga pertengahan abad
ke-17, untuk menambah nikmat rasa makanan dan minuman. Sayang kebiasaan
ini kemudian berubah ketika orang mulai memproduksi gula. Butiran putih
ini dianggap lebih berkelas dan hanya golongan berstatus sosial
tinggilah yang mampu menjangkaunya.
Namun, di akhir abad ke-17 gula semakin meluas pemakaiannya, tak hanya
terbatas pada kalangan atas. Keluarga kerajaan pun kembali pada
kebiasaan semula, yakni menyantap roti yang diolesi madu berkualitas
tinggi tentunya.