Seorang murid mendambakan syeikh yang akan menyampaikannya kepada
Allah. Meski sudah berusaha keras, ia tak berhasil menemukan syeikh
yang diidamkan.
Suatu hari ada yang berkata kepadanya bahwa ia tidak akan menemukan
seorang syeikh yang dapat menyampaikannya kepada Allah kecuali Fulan
bin Fulan yang tinggal disuatu kota. Ia pun segera berangkat ke kota
itu. Setelah sampai di sana, ia menanyakan tentang orang yang
dimaksud. Penghuni kota menun- jukkan kepadanya seorang lelaki yang
berperangai buruk dan suka bermaksiat. Ia mendatangi rumah orang itu
dan mengetuk pintunya.
“Siapa?” tanya pemilik rumah.
“Fulan,” jawabnya.

Pemilik rumah sedang menunggu orang yang kebetulan namanya sama
dengan nama si murid. Ia telah berjanji kepadanya untuk bersenang-
senang dengan wanita dan minuman memabukkan. Ia lalu membukakan pintu
karena mengira bahwa tamu itu adalah temannya.
Si murid masuk ke dalam rumah. Ketika menatap wajah pemilik rumah, ia
lalu duduk bersimpuh dan menangis. Pertemuan dengan sang calon syeikh
ini begitu mengharukannya sehingga ia tidak melihat wanita-wanita dan
minuman keras yang ada di situ.
“Apa yang terjadi denganmu?” tanya pemilik rumah keheranan.
“Aku ingin agar kamu menyampaikan aku kepada Allah. Aku telah
berusaha mencari guru, tetapi tidak menemukan selain kamu,” kata si
murid dengan suara sendu.
Karena ingin segera terbebas dari orang yang tampak aneh ini, lelaki
itu berkata sekenanya, “Pergilah ke tempat A, di bawah gunung B. Di
sana akan kamu temukan air. Berwudhulah dengan air itu kemudian
beribadahlah di situ sampai Allah memberimu fath.”

Si murid segera keluar melaksanakan perintah syeikhnya. Ia beribadah
dengan sungguh-sungguh sampai akhirnya Allah memberinya fath. Setelah
menerima fath dari Allah, ia akhirnya tahu bahwa orang yang selama
ini dianggap sebagai syeikhnya ternyata adalah manusia yang
berperangai buruk dan suka bermaksiat kepada Allah.
Si murid kemudian mulai dikenal orang. Kesalehannya menjadi buah
bibir masyarakat. Manusia mulai berdatangan, ada yang ingin menuntut
ilmu, ada juga yang sekedar ingin memperoleh keberkahan. Bertambah
hari muridnya bertambah banyak. Suatu hari ia jatuh sakit. Ketika
penyakitnya menjadi semakin parah, para muridnya bertanya, “Guru,
siapa yang akan kamu angkat untuk mengantikan kedudukanmu jika kamu
wafat.”
“Fulan bin Fulan yang suka bermaksiat. Karena itu, bertawajuhlah
kalian kepada Allah, berdoalah, agar sebelum aku meninggal dunia,
Allah telah merubah keadaannya menjadi yang terbaik, dan memberinya
petunjuk, karena sesungguhnya aku tidak akan mencapai kedudukan ini
kalau bukan karena dia. Bertawajuhlah kepada Allah!”

Allah mengabulkan doa mereka. Lelaki itu bertobat dan menjadi murid
dari mantan muridnya.
Ia berusaha sungguh-sungguh untuk mendekatkan diri kepada Allah di
bawah bimbingan gurunya. Sepeninggal sang guru, ia dipercaya untuk
menggantikan kedudukannya.
Barangsiapa bertobat, Allah akan menerima tobatnya. Karena lelaki
tadi mendekatkan diri kepada Allah dengan sidq (kesungguhan), ia
mencapai kedudukan yang tinggi. Barang siapa menghadap Allah dengan
sidq, ia akan mencapai apa yang telah dicapai oleh orang-orang yang
sempurna. (I:136)

———————————
Habib Muhammad bin Hadi bin Hasan bin Abdurrahman Asseqaf, Tuhfatul
Asyraf, Kisah dan Hikmah