“Dan sebagian besar dari mereka (manusia) tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan menyekutukan Allah (dengan sesembahan-sesembahan yang lainnya).” (QS. Yusuf: 106)

Pembaca yang budiman, perhatikanlah dengan seksama ayat tersebut di atas. Allah Ta’ala memberitahukan kepada kita, bahwa sebagian besar manusia di muka bumi ini ternyata banyak yang tidak beriman kepada Allah. Bahkan mereka telah berbuat dosa terbesar, yakni berbuat syirik (menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala). Mengapa begitu?Untuk mengetahui jawabannya, mari kita perhatikan penjelasan para ulama dalam kitab-kitab tafsir yang masyhur. Al-Imam lbnu Katsir rahimahullah dalam kitab Tafsir Al Qur’anul ‘Adzim (2/494) menjelaskan: “Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: ‘Orang-orang Quraisy ketika ditanya, siapakah yang menciptakan langit, bumi dan gunung-gunung? Tentu mereka menjawab: Allah! Sedangkan mereka terus berbuat syirik’.” Demikian pula seperti dijelaskan oleh imam Mujahid, Atho’ bin Yassar, Ikrimah, Asy-Sya’bi, Qatadah, Adh-Dhahak, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan lain-lain rahimahumullah.

Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah juga menjelaskan: “Kebanyakan manusia membenarkan dan mengikrarkan dan meyakini dengan pernyataannya bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Menciptakan (Al-Khaliq), Maha Pemberi Rejeki (Ar-Raziq), Maha Menghidupkan (Al-Muhyi) dan Yang Maha Mematikan (Al-Mumit). Akan tetapi mereka juga menyekutukan Allah,yakni di samping beribadah kepada Allah juga beribadah kepada selain-Nya. Hal ini sebagaimana telah dilakukan oleh orang-orang pada jaman jahiliyah.”

Sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan mereka, tetapi mereka juga menetapkan sekutu-sekutu, lalu beribadah atau menyembah kepada sekutu-sekutu tersebut dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Perbuatan seperti mereka ini sama dengan yang dilakukan oleh orang-orang yang menjadikan para pendeta dan ulama-ulama mereka sebagai sesem¬bahan selain Allah, yakni mengikuti dan membenarkan segala perkataan atau pendapat mereka tentang baik atau buruk, halal atau haram, perintah atau larangan berdasarkan hawa nafsu tanpa merujuk kepada dalil yang benar. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan (yang artinya): “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam hal maksiat kepada Al Khaliq” (HR Imam Ahmad dengan sanad yang shahih).

Atau sama juga dengan perbuatan orang-orang yang meyakini bahwa orang yang telah mati, khususnya orang yang dianggap wali memiliki kemampuan untuk mengatur alam, mengabulkan doa, memberikan syafa’at, mendatangkan rejeki dan jodoh dan lain-lainnya, yang itu semua tidak bisa dilakukan kecuali hanya oleh Allah, sebagaimana yang banyak dilakukan oleh para penyembah kubur bahwa mereka beriman kepada Allah tetapi mereka juga berkeyakinan bahwa selain Allah pun dapat juga mendatangkan manfaat maupun madharat. Ini berarti mereka telah memalingkan peribadatan kepada sesuatu selain Allah, dan yang demikian itulah syirik yang nyata. (Zubdatut Tafsir min Fathil Qodir, hal. 319, oleh Asy-Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Abdullah).

Pembaca yang budiman, setelah kita mengikuti penjelasan para ulama tersebut di atas, sekarang perhatikanlah apa yang ada di sekitar kita. Adakah kesyirikan yang disinyalir oleh Allah Ta’ala dalam ayat tersebut di atas menjadi kenyataan? Bukankah sebagian besar penduduk di negeri Indonesia tercinta ini dan negara-negara muslim lainnya adalah beragama Islam? Bukankah sebagian besar dari mereka telah beriman dan beribadah kepada Allah?

Benar memang, tetapi perhatikanlah lebih teliti lagi! Di antara mereka ada yang berdoa (memohon segala hajat) kepada sesuatu selain Allah, yakni dengan memanggil-manggil nama para Nabi atau para wali yang telah mati dalam doa mereka dengan maksud memohon rejeki atau agar disembuhkan penyakitnya atau yang lainnya. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperingatkan (yang artinya): “Dan Tuhanmu telah berfirman: “Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagi kalian. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina.” (QS. Al-Mu’min: 60) Dia juga menegaskan: “Dan janganlah kamu berdoa (menyembah) kepada sesuatu selain Allah, yang tidak bisa memberi manfaat dan tidak (pula) dapat memberi madharat. Sebab jika kalian berbuat yanq demikian itu, kalian termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Yunus: 106)

Jadi, bila mereka masih tetap berdoa kepada segala sesuatu selain Allah, sungguh mereka telah mela¬kukan perbuatan syirik yang paling besar, karena menjadikan sesuatu selain Allah itu memiliki kedudukan yang sama dan sejajar dengan Allah. Padahal Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya): “Dan orang-orang (sesuatu) yang kamu seru (sembah) selain Allah itu tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru (berdoa), mereka tiada mendengar seruanmu, dan kalaulah mereka mendengar, mereka tiada dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang memberikan kepadamu sebagaimana diberikan oleh Dzat yang Maha Mengetahui.” (QS. Faathir: 13-14)

Di antara bentuk kesyirikan adalah keyakinan mereka bahwa para Nabi atau para wali atau orang-orang shalih tertentu (atau bahkan para tukang dukun dan tukang ramal) mengetahui perkara-perkara yang ghaib, padahal Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib. Tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri” (QS. Al An’am: 59). Maka berdasarkan ayat ini dan yang lainnya siapa saja yang mengaku-ngaku mengetahui perkara yang ghaib, berarti dia telah kafir, karena ia telah mendustakan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.

Dan masih banyak bentuk-bentuk kesyirikan lainnya, yang ini semua telah banyak menyebar di negeri-negeri kaum muslimin, sedangkan mereka tidak menyadarinya. Alangkah sayangnya nasib kaum muslimin bila mereka terus menerus berbuat kesyirikan, sedangkan mereka menganggap dirinya selamat dari azab yang menghinakan. Mudah-mudahan Allah menjauhkan kita dari kesyirikan dan para pelakunya. Wallahul Musta’an.

Buletin dakwah Al Jihad 16 Agustus 2002