Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit kanker yang bisa disembuhkan. istimewa

Di Indonesia, kanker masih menjadi stigma menakutkan karena tak lengkapnya informasi. Ruang perawatan penderita kanker masih sedikit, yang ada pun terkesan kurang nyaman. Yayasan Kanker Anak Indonesia (YKAI) dan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) berupaya menghilangkan stigma menakutkan itu pada anak-anak.

Untuk itu YKAI bersama FIK UI berusaha memfasilitasi pelatihan keperawatan onkologi anak tingkat nasional, 26-29 November lalu. Berkaitan dengan peran perawat dalam mempermudah proses penyembuhan, YKAI dan FIK UI mencoba menekankan bahwa penyakit kanker pada anak itu dapat disembuhkan bila ada deteksi dini.

“Jika mendengar kata kanker, tentunya yang ada dalam benak manusia adalah penderitaan berkelanjutan yang berujung pada kematian. Masalah yang dihadapi kanker anak cukup kompleks, aspek keluarga, tenaga profesional, dan lingkungan mempunyai andil besar dalam proses penyembuhan,” ujar Sekretaris YKAI, Irawati Soelistyo.

Irawati juga mengemukakan, biaya perawatan kanker anak berbeda-beda, bergantung tingkat stadium yang diderita. Rata-rata biayanya sekitar Rp 40 juta sampai Rp 50 juta apabila tidak terjadi komplikasi. Namun, banyak pasien dari keluarga prasejahtera (miskin) sudah didukung oleh pemerintah yang menyediakan pengobatan, termasuk perawatan cuma-cuma melalui asuransi kesehatan untuk masyarakat miskin (Askeskin).

Perkembangan perawatan kanker anak tak dapat lepas dari dukungan pemerintah. Di Indonesia, ruangan khusus onkologi anak jumlahnya masih terbatas. Selaku ibu bekas penderita kanker pada anak, Irawati menjelaskan, fasilitas lengkap untuk perawatan onkologi anak yang ada sekarang hanya terdapat di beberapa rumah sakit, seperti RS Cipto Mangunkusumo, RS Dharmais, dan RS Harapan Kita.

Dekan FIK UI Prof Dr Elly Nurachman mengungkapkan, kasus kanker pada anak semakin bertambah, dan sudah saatnya perawat sebagai tenaga medis meningkatkan pengetahuan dan keahlian secara rutin, sesuai dengan perkembangan teknologi dan pengobatan, khususnya di bidang onkologi anak.

Direktur Keperawatan Departemen Kesehatan, Ilham Setiobudhi, mengatakan, masih dibutuhkan banyak perawat yang khusus menangani onkologi anak. Saat ini, satu perawat menangani 15 pasien, sedangkan yang ideal adalah satu perawat menangani 6-8 pasien.

Sementara itu, menurut The Leukemia and Lymphoma Society, sekitar 15.000 kasus baru leukemia limfotik kronis B-cell didiagnosa setiap tahun di Amerika Serikat (AS). Ini adalah subsel terbesar dari leukemia limfosit kronis atau chronic lymphocyte leukemia (CLL) yang merupakan bentuk paling umum dari “adult leukemia”.

CLL menyerang sekitar 120.000 orang di Eropa dan AS. Penyakit ini paling umum ditemukan di kalangan penduduk usia 50 tahun atau lebih. CLL ditandai dengan akumulasi sel darah putih yang immature dalam sumsum tulang, darah, jaringan getah bening, atau organ lainnya

Rentan Pendarahan

Terdapat dua tipe limfosit dalam darah, yakni sel B dan sel T. Sekitar 95 persen kasus CLL melibatkan sel B yang bersifat kanker. Karena sel B ini memiliki usia hidup yang lebih lama dibanding usia normal, B sel bertambah banyak dan “menyingkirkan” sel darah yang normal.

Akumulasi sel fungsional yang tidak matang dalam sumsum tulang menghalangi pertumbuhan sel sehat dan dapat menjadi fatal. Gejalanya meliputi kelelahan, nyeri tulang, berkeringat di malam hari, demam, serta penurunan selera makan dan berat badan.

Infiltrasi sumsum tulang mengakibatksan terjadinya kekurangan sel darah sehat dan kelelahan, rentan terhadap pendarahan dan penurunan sistim kekebalan tubuh, sehingga menjadikan pasien berisiko lebih tinggi terhadap infeksi.

Perusahaan Bayer Schering Pharma yang sejak lama melakukan penelitian penyakit kanker, membuat terobosan terbaru untuk pengobatan kanker kelenjar getah bening (limphoma), leukemia, dan penyakit autoimum lainnya. Perusahaan ini menyebutnya Alemtuzumab.

Para peneliti di Bayer menjelaskan, Alemtuzumab bekerja dengan cara yang sangat berbeda dibandingkan dengan kemoterapi. Alemtuzumab bekerja dengan cara membidik CD52, sebuah antigen yang ditemukan dalam sel B, suatu sel paling umum yang ditemukan dalam CLL.

Umumnya, antibodi monoklonal hanya membidik sel B, namun Alemtuzumab dapat membidik sel B maupun sel T. Ketika terikat pada antigen ini, Alemtuzumab akan mengaktifkan sistem imun untuk menghancurkan sel yang dituju, sementara sel induk yang penting tak terkena dampaknya. [VI/S-26]