Masalah kesehatan yang berhubungan dengan perilaku makan, gaya hidup santai (sedentary life style), khususnya terhadap penyakit yang bukan karena infeksi/menular (non-communicable disease), seperti penyakit jantung, hipertensi, kanker, diabetes mellitus tipe 2 dan obesitas, terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Penyakit jantung koroner (cardiovaskuler heart disease) di Amerika Serikat merupakan penyakit pembunuh nomor satu dan sekitar 50 persen kematian disebabkan penyakit ini. Hal yang signifikan juga terlihat di Indonesia dalam 15 tahun terakhir, terjadi peningkatan kematian yang disebabkan penyakit jantung koroner (PJK). Dari penyebab kematian nomor 11 menjadi nomor 6, dan kemudian menjadi nomor 1, khususnya pada orang dewasa.

Di Indonesia kematian karena PJK naik menjadi 11 persen pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1987, 16 persen SKRT 1991, dan 26 persen pada SKRT 1995. Kenaikan seperti ini sangat mengkhawatirkan. Salah satu faktor risiko (risk factor) penyebab PJK adalah kolesterol tinggi atau sering disebut dengan hiperkolesterolemia.

Kolesterol sebagai Faktor Risiko

Mekanisme kenaikan kolesterol dalam darah dapat terjadi karena sintesa kolesterol berlebih dalam tubuh dan konsumsi kolesterol dari bahan pangan harian, terutama yang tinggi kolesterol, seperti hati, kuning telur, otak, dan makanan-makanan cepat saji (fast food). Peningkatan kadar kolesterol dalam darah setiap 1 mmol/L dapat meningkatkan risiko kematian akibat PJK 2-4 kali. Rasio LDL (Low Density Lipoprotein): HDL (High Density Lipoprotein) lebih dari 3, meningkatkan risiko penyakit jantung. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk tidak menjaga kolesterol agar tepat pada batasan normal untuk mengurangi risiko.

Fungsi Serat Makanan

Makanan serat adalah makanan yang secara struktur kimia tidak berubah atau bertahan sampai di usus besar. Walaupun makanan berserat alami tidak mengandung gizi, namun keberadaannya sangat diperlukan dalam proses pencernaan di tubuh manusia. Serat makanan ada dalam bentuk larut (soluble) dan tidak larut (insoluble). Fungsi makanan berserat adalah mencegah sembelit (susah buang air besar), mencegah timbulnya penyakit pada usus besar, mencegah kanker usus, mengontrol kadar gula dalam darah, mencegah wasir, dan menurunkan berat badan, serta dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah.

Konsumsi makanan miskin serat, khususnya serat larut, dikaitkan dengan rendahnya kadar serum HDL-kolesterol dan HDL diperlukan untuk mencegah aterosklerosis. Kebutuhan serat makanan adalah 25 sampai 35 gram per hari.

Mekanisme penurunan kadar kolesterol berhubungan dengan kemampuan serat makanan mengikat asam-asam empedu di intestin dan menunda pengosongan gastrin dan memperlambat absorpsi glukosa. Serat juga meningkatkan viskositas dari isi pencernaan, peningkatan ekskresi feses dan asam empedu serta kolesterol. Peningkatan ekskresi asam empedu dapat mencegah reabsorpsi (sintesis kolesterol dari asam empedu) sehingga terjadi pemblokan sintesa balik (menghambat enzim hidroksi metil glutaril sintetase). Keadaan tersebut akan menurunkan kolesterol dalam darah. Konsumsi serat makanan yang cukup dapat menurunkan kolesterol darah 10-15 persen.

Dari beberapa penelitian juga membuktikan bahwa pemberian serat (beta glukan) pada tikus percobaan dapat menurunkan kolestrol 8 persen (Tietyen dkk, 1990). Pengaruh konsumsi roti yang memiliki beta glukan berat molekul tinggi dapat juga menurunkan total kolesterol dan LDL (Frank dkk, 2004). Departemen Pertanian Amerika Serikat menganjurkan untuk batas minimum yang dibutuhkan penurunan kolesterol darah untuk mencegah penyakit kardiovaskular dengan konsumsi 3 gram beta glukan setiap hari.

Sumber-sumber Serat

Sumber utama serat berasal dari sayuran, buah-buahan dan legum (tumbuhan kacang-kacangan), seperti terlihat pada tabel 2.

Dengan memahami kandungan serat dari berbagai sayuran dan buah, kita dapat mengontrol kecukupan serat pada makanan untuk mencukupi kebutuhan harian ( 25-35 gram per hari).

Pertanyaan yang sering timbul: mana yang lebih baik mengonsumsi buah sebagai sumber serat dalam bentuk jus atau asli (alami) ? Mengonsumsi buah dalam bentuk asli lebih baik dibandingkan dalam bentuk jus karena kandungan serat dalam jus lebih sedikit dibandingkan dalam bentuk aslinya pada porsi yang sama, seperti terlihat pada Tabel 2, jika dibandingkan dengan Tabel 3 dengan buah yang sama.

Konsumsi buah dengan kulit juga lebih baik dibandingkan dengan dikupas. Sebagai contoh terlihat pada buah apel, apricot, dan pir. Dengan demikian diharapkan kita dapat menentukan prioritas buah dan sayuran mana yang lebih untuk menjaga kesehatan dan menurunkan kolesterol. Dalam konsep diet yang perlu ditekankan adalah variasi dan porsi dari masing-masing sayuran dan buah. *

Penulis adalah staf Pengajar Tekno logi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, Samarinda, dan Mahasiswa Program Doktor IPB.