Tiap tahun, sekitar 490.000 perempuan di dunia didiagnosa menderita kanker leher rahim atau kanker serviks, dan 240.000 di antaranya meninggal dunia. Setiap dua menit di seluruh dunia terdapat satu perempuan yang meninggal akibat kanker ganas ini, dan 80 persen terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Menurut data Globocan 2002, terdapat lebih dari 42.000 kasus baru kanker serviks dengan sekitar 22.000 kematian pada wanita di Asia Tenggara. Indonesia adalah negara nomor satu dengan kasus kanker serviks terbanyak, yakni 15.000 kasus, atau di atas Filipina sekitar 6.000 dan Malaysia 1.492 kasus.

Ahli obstetri dan ginekologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr Dwiana Ocviyanti, mengemukakan, di Indonesia kanker serviks paling banyak diderita oleh perempuan dan merupakan kanker yang menduduki posisi teratas penyebab kematian.

“Setiap hari terdapat 41 kasus baru dan 20 kematian akibat kanker di Indonesia. Sebanyak 80 persen dari kasus kanker serviks meninggal dunia karena pada saat penderita memeriksakan dirinya, sudah pada stadium lanjut yang berakhir dengan kematian,” ujar Dwiana, kepada SP, di Jakarta, belum lama ini.

Dia menjelaskan, kanker serviks adalah kanker pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim dan vagina. Kanker ini ditandai dengan tumbuhnya sel-sel yang tidak normal pada rahim.

Sel-sel tersebut diakibatkan oleh human papilloma virus (HPV). Masuknya virus ini ke dalam vagina tanpa disadari perempuan karena tidak menampakkan gejala-gejala yang khas. Oleh karenanya, banyak yang sampai stadium lanjut.

Kanker ini, katanya, tidak terjadi secara tiba-tiba. Sebelum menjadi kanker, virus mengalami proses perubahan selama bertahun-tahun atau prakanker yang akhirnya berkembang menjadi kanker.

Rentan waktu di mana sel-sel tersebut bisa berkembang menjadi kanker serviks adalah 5-20 tahun. Selama jeda waktu itu jika dilakukan pengobatan, maka sel-sel tersebut bisa mati, namun jika dibiarkan akan menjadi kanker serviks yang sulit disembuhkan.

Setelah virus HPV berubah menjadi kanker stadium lanjut maka, muncullah gejala yang khas, di antaranya pendarahan sesudah melakukan hubungan intim, keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin, pendarahan sesudah mati haid atau menopause, pada tahap lanjut dapat keluar cairan kekuning-kuningan, berbau atau bercampur darah, nyeri panggul, dan tidak dapat buang air kecil.

“Kalau sudah ditemukan hal-hal yang abnormal seperti itu, sebaiknya langsung dilaporkan, agar mendapat pengobatan segera, dan jangan menganggap sepele. Namun, saran saya jangan tunggu sampai gejala ini muncul karena biasanya ini sudah sampai status yang parah sekali. Periksa secara dini meskipun tubuh dalam keadaan sehat,” ujarnya.

Selain HPV sebagai faktor utama kanker serviks, ada juga faktor lain yang bisa mengakibatkan perkembangan virus cepat menjadi kanker, yakni sering berganti-ganti pasangan seksual, sering menderita infeksi di alat kelamin, melahirkan banyak anak, dan kebiasaan merokok.

Cegah Sejak Dini

Kanker serviks, kata Dwiana, sudah dapat dicegah sejak dini dengan vaksinasi. Tipe vaksinnya adalah bivalen untuk mencegah virus 16 dan 18 yang merupakan virus penyebab terjadinya kanker serviks. Vaksin ini telah ditemukan pada 2001 tetapi baru dikonsumsi publik pada 2007. Vaksin ini juga berkhasiat melawan infeksi menetap yang disebabkan tipe HPV onkogenik lainnya.

Dwiana mengatakan, vaksinasi merupakan pencegahan primer kanker serviks. Bahkan, seratus persen bisa terhindar dari kanker serviks. Vaksinasi bisa dilakukan pada usia sembilan tahun dan seterusnya. Secara optimal, vaksin ini bekerja dari usia sembilan sampai 26 tahun.

“Banyak perempuan yang meninggal akibat kanker ini karena tidak ada pencegahan sejak dini. Banyak wanita yang malu atau takut melakukan pemeriksaan secara rutin sehingga berakibat fatal. Vaksinasi adalah jawaban dan pencegahan primer untuk bebas dari kanker serviks,” ucapnya.

Menurutnya, pengobatan atau pencegahan kanker ini tidak murah. Sebagian masyarakat belum bisa menjangkau harga vaksin. Oleh karena itu, sebelum benar-benar terjangkit kanker serviks sebaiknya perempuan melakukan pemeriksaan secara dini dengan cara mendeteksi kemungkinan adanya virus tersebut.

Pap Smear, Dwiana menjelaskan, bukan cara pencegahan utama dan belum tentu memberikan hasil maksimal, namun sangat diperlukan juga untuk mendeteksi keberadaan virus tersebut dan mencegah perkembangannya.

Untuk wanita yang telah menikah atau wanita dewasa yang telah melakukan hubungan seks, perlu melakukan pendeteksian secara dini dengan pemeriksaan Pap Smear. Pap Smear dilakukan kapan saja kecuali pada masa haid.

Pencegahan sejak dini juga dilakukan dengan program inspeksi visual dengan asam asetat (IVA), yaitu pemeriksaan leher rahim dengan cara melihat langsung leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam asetat 3-5 persen.

Kemudian, ada perubahan warna, yaitu tampak bercak putih pada area reproduksi wanita tersebut, maka kemungkinan sudah pada tahap prakanker serviks. [DMF/S-26]