Martabak adalah sejenis makanan khas dari negeri India sejak dahulu hingga sekarang. Di Indonesia ada dua jenis martabak.
Pertama adalah martabak telor, yang kedua adalah martabak terang bulan atau biasa disebut martabak manis.Di India martabak, susunannya adalah sebagia berikut :
Adonan tepung terigu yang dibentuk sebesar telur bayam, dibanting, dilebarkan diatas kaca, marmer atau seng, setelah membentuk ukuran berdiameter kurang lebih 40 cm, kemudian diisi telur/kentang dan digoreng. Setelah itu dihidangkan dengan kare kambing/gulai. Itulah aslinya martabak telur atau di India disebut moortaba.

Di negeri India, makanan lain sejenis martabak telur adalah : Nan, Roti Cane, Chappaty, Purata, Poory, Samosa. Makanan-makanan teresbut masuk pada kategori makanan sedang/ringan. Dan bisa juga menjadi menu makanan utama disana.

Kemudian bagaimana dengan martabak terang bulan/martabak manis ? jenis ini baik bentuk, isi dan rasanya sama sekali tidak ditemukan di negeri India. Makanan yang rasanya manis ini, adalah sejenis roti/kue manis – cake atau pasta. Yang di hidangkan sebagai sarapan pagi /santai bersama minum kopi atau teh maupun teh susu atau “Chaa” yang biasa juga disebut di Malaysia namanya Teh Tarik.

ASAL USUL MARTABAK DARI LEBAKSIU
Pada sekitar awal tahun 1930-an, beberapa pemuda asal daerah lebaksiu kabupaten Tegal mengadu nasib dengan berjualan makanan atau mainan anak-anak pada setiap ada perayaan di kota-kota, seperti kota Semarang. Di kota inilah salah seorang pemuda yang bernama Ahmad bin Kyai Abdul Karim berkenalan dengan seorang pemuda berasal dari negeri India bernama Abdullah bin Hasan Almalibary.

Dari hasil persahabatan mereka, maka Abdullah diajaklah berkunjung ke kampung halaman Ahmad di desa Lebaksiu kidul kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Abdullah berkenalan dengan adik perempuan Ahmad yang bernama Masni binti Kyai Abdul Karim.

Kemudian Abdullah mempersunting Masni adik perempuan Ahmad pada tahun 1935. Abdullah atau biasa disebut Tuan Duloh adalah seorang saudagar/pengusaha pada zaman itu. Salah satu keahlian Abdullah adalah membuat makanan yang terbuat dari adonan terigu yang bernama Martabak.

Didalam kisah perjalanan Abdullah ini, dari beberapa narasumber baik yang sudah meninggal maupun yang masih hidup diantaranya : Abdul Wahid bin Kyai Abdul Karim 85 tahun, Mawardi bin Kyai Abdul Karim 80 tahun, H. Abdul Kadir Bayasut 80 tahun (keturunan Arab), H. Katikaren Abdul Kadir 80 tahun (keturunan India), dan beberapa tokoh-tokoh lainnya membenarkan kisah tersebut diatas.

Adalah suatu kenyataan bahwa martabak yang dibuat oleh Abdullah, sangat berbeda dengan martabak yang aslinya dari India.

.

Susunan Bahan Dasar Martabak Telor.

Adonan tepung terigu yang dibentuk bulat sebesar telur ayam, kemudian dibanting, dilebarkan diatas kaca, marmer atau seng. Setelah membentuk lingkaran berdiameter kurang lebih 40 cm, kemudian diisi dengan campuran telur, sayuran, irisan-irisan kecil daging yang telah dimasak dengan bumbu-bumbu. Kemudian digoreng, dan kemudian bisa langsung dihidangkan tanpa kare kambing/gulai.

Dialah salah satu diantar pemuda-pemuda India yang berhasil membuat perubahan atau modifikasi Martabak dari aslinya. Menurut narasumber hal ini disesuaikan dengan cita rasa maupun kebiasaan masyarakat di Indonesia khususnya di Tanah Jawa yang pada umumnya gemar makan sayur-sayuran dan tidak terlalu suka mengkonsumsi daging berlebihan. Itulah yang menjadi alasan utama mengapa modifikasi martabak itu terjadi.

Sampai sekarang ini, jenis Martabak telor yang beredar hampir diseluruh pelosok Indonesia, adalah merupakan hasil modifikasi dari yang aslinya.

Martabak terang bulan/martabak manis. Konon menurut kisah disebut terang bulan, karena bentuknya bulat seperti bulan purnama. Martabak manis ini dibuat dengan bahan-bahan dasar adonan tepug terigu, gula, telor, dan lain-lain. Dan dicetak dengan cetakan piring seng dengan ukuran kurang lebih 20 cm dan dipasang tangkai pipa besi. Dipanggang dan digoyangkan diatas bara api, arang kayu, maupun kompor minyak. Sering martabak terang bulan ini disebut juga martabak “goyang”. Isi atau bumbu-bumbunya adalah olesan mentega/margarine, susu, selai pepaya, selai nanas, meises, kacang dan lain-lain.

Pada sekitar tahun 1950-an, terjadilah modifikasi baik bentuk maupun ukuran dan rasa martabak manis. Cetakannya terbuat dari besi cor / cor perunggu,cor kuningan dengan ukuran 18/20 cm, 20/22 cm, 22/24 cm, 24/26 cm, 26/28 cm, 28/30 cm. Dengan isi atau bumbu-bumbunya adalah susu, kacang, keju, meises, wijen, kismis, durian, dan lain sebagainya.

Keahlian Abdullah diajarkan kepada kerabat dekat istrinya maupun tetangga-tetangganya. Tercatatlah nama-nama sebagai berikut :

Ahmad bin Kyai Abdul Karim (Alm)
Abdul Manaf bin Kyai Abdul Karim (Alm)
Abdul Wahid bin Kyai Abdul Karim
Mawardi bin Kyai Abdul Karim
Rifai bin Kyai Abdul Karim (Alm)
Djari (Haji Umar) bin Haji Mas’ud (Alm)
Maktub bin Haji Mas’ud (Alm)
Dja’i bin Haji Sueb (Alm)
Ali bin Haji Sueb (Alm)
Rumli bi Sanadi (Alm)
Tamyid
Tuwuh
Dan masih banyak lagi nama-nama yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Ini adalah merupakan generasi kedua setelah Abdullah.

Abdullah bersama mereka-merekalah yang memperkenalkan martabak pada setiap ada keramaian di pasar-pasar malam di kota-kota besar khususnya di pulau jawa. Keramaian-keramaian seperti Sekatenan di Jogjakarta, Dugderan di Semarang, Mauludan di Cirebon-Trusmi, dan pasar malam di pabrik-pabrik tebu pada perayaan permulaan giling (metik).

Bisnis-bisnis Abdullah yang ditekuninya sekitar tahun 1935 – 1955 antara lain : “Rumah Makan India Moslem” di Slawi, “Meubeler” di Lebaksiu dan pengelola dibeberapa pasar malam.

Tersebutlah nama-nama rekan-rekan Abdullah senegara dari India pada kurun waktu antara 1930 – 1960 adalah :

Tuan Hasan di Semarang
Tuan Muhammad di Yogya
Tuan Haji Sayeed Ali di Jakarta
Tuan Salam di Jakarta
dan masih banyak nama-nama lain.
Ketika rekan-rekan Abdullah memilih tinggal di kota-kota besar, tidak demikian halnya dengan Abdullah yang memilih tinggal di salah satu kampung bernama Lebaksiu Kidul Kab. Tegal yang berjarak sekitar 21 km arah selatan kota Tegal bersama isteri dan anak-anaknya.

Perkembangan Martabak di Indonesia pada kurun waktu sekitar 1950 – 1990, tercatatlah nama-nama tokoh sebagai berikut :

Tegal : Dja’i bin Haji Sueb, Haji Urip, Haji Abdur Rohim, Sumyad, Muhidin, Gendon, Masan, Dahlan, dan rekan-rekan.

Jakarta : Rumli bin Sanadi, Mahsud, Mali, Tabud, Matlab, Haji Hambali, Muanas, Haji Tobroni, Luri, Muri, Tarmudi, Usup, Hudi, H. Muripin, H. Tabri, H. Nur Abdullah Hasan, Umar Hanafi, H. Toni Dartam, Dakyani, dan rekan-rekan.

Bogor : Rifai, Mawardi, Abdul Wahid, Abdul Gofur, Maskam, Haji Umar Sahir, dan rekan-rekan.

Bandung : Dasir, Mukdi, Salim, Haji Mahun, dan rekan-rekan

Cianjur : Haji Surur, Makbul Tamyid, dan rekan-rekan.

Yogya : Keluarga Besar Tuan Muhammad, Haji Muhammad Abdullah, Suud, Haji Bahroni, dan rekan-rekan.

Makasar : Haji Imam Abdul Manaf, Mashur Dja’i, Muhidin, Tori Dannya, Haji Muanas Maad, H. Wartono, H. Jurani, dan rekan-rekan.

Manado : Haji Susalit, Matlub, Haji Bedi, Warno, Haji Suyatno, Narto, dan rekan-rekan.

Pontianak : Haji Abdul Kadir Ali, Bambang Wage, Tori, dan rekan-rekan.

Singkawang : Haji Jeni Saleh, dan rekan-rekan.

Banjarmasin : Haji Muta’alim, Paluruni Tori, H. Bedi, Sunarto, dan rekan-rekan.

Semarang : Keluarga Besar Tuan Hasan, dan rekan-rekan.

Palembang : Keluarga Besar Tuan Haji Abdul Rozak (HAR) dan rekan-rekan

Bekasi : Makmur Darnya, Otong, Anwar, H. Saehudin, Saepudin, dan rekan-rekan

Kuningan : H. Midi, dan rekan-rekan

Tangerang : H. Tris, Heriyanto Dja’i, Muhammad Abdul Bayasut, Wahyu Patehi dan rekan-rekan

Sampit : Rozak Bayasut, Abdullah Bayasut, Yazid Bayasut, dan rekan-rekan.

Bontang : Haji Muhammad, Untung, H. Sunarto, Saepu Torik, dan rekan-rekan.

Jayapura : Haji Juremi, Haji Waud Umar, Haji Tono Umar, dan rekan-rekan.

Mataram : Haji Sahuri, Agus, dan rekan-rekan.

Denpasar : Haji Mashur Dakup, H. Toni, Luruh, Patehi, dan rekan-rekan.

Kupang : Ruslan Sanusi, dan rekan-rekan

Tasikmalaya : Djubaidi Ali, Balhi, Maksudi, Sungib, Sopi, dan rekan-rekan

Pekanbaru : H. Isro, dan rekan-rekan

Bukittinggi (Sumbar) : Harar, dan rekan-rekan

Itulah generasi kedua dan ketiga, pada generasi keempat, sekarang telah menyebar keseluruh pelosok Indonesia. Menu dagangannya pun tidak hanya martabak saja namun beberapa jajanan yang lain, antara lain : donat, onde-onde, pukis, pisang goreng, gandasturi, tahu goreng, ayam goreng, dan aneka macam makanan dan jajanan.

Untuk luar negeri seperti Jeddah, Saudi Arabia, para tokoh-tokohnya adalah : Haji Adnan Sowi, Haji Kana, Haji Mustakin, Haji Agus Warto, Haji Zainudin bin Ahmad, Haji Syaiful Bahri, Haji Humaedi, dan rekan-rekan lainnya.

Tokoh-tokoh wanita (Srikandi) Lebakksiu:

Ibu Saimah Marjen
Ibu Hajjah Mary Wahid

Namun demikian sejarah martabak Lebaksiu dapat berkembang pesat seperti sekarang ini tidak terlepas dari dukungan moril maupun materil dari tokoh-tokoh Lebaksiu non martabak seperti:

Tabri (Mantan Lurah Lebaksiu Lor)
H. Ikna Tjokroharsono
H. Bahrun (Mantan Lurah Lebaksiu Lor)
KH. Samlawi (Mantan Lurah Lebaksiu Kidul)
KH.Mafhud Thoha
Kamali rusbad (PLN)
Bang Ahmad (Mantan Lurah Kajen)
H. DJubaidi Ahmad Baedowi (PLN)
Drs. H. imam Sofwan
Drs. Kaprawi
Pandi (Gang Tongkang) Jakarta
Drs. H. Bachruddin Nasori, Msi
H. Ali DJured
Khozin Tamjid
H. Abdul Malik Tamjid
Ir. H. Ismaun Tjokroharsono
Marjono (Yon Kav)
Hasil kunjungan penulis di sebagian kota-kota besar di Amerika, Eropa, Afrika, Asia dan Australia tidak ditemukan jenis Martabak Lebaksiu seperti yang sudah diutarakan diatas.

Abdullah bin Hasan Almalibary lahir di daerah Payoli, Distric Meladi, “Kerala State South of India” pada tahun 1901.

Meninggal dunia pada 1956 dan dimakamkan di desa Lebaksiu Kidul kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal Jawa Tengah. Meninggalkan seorang isteri dua anak laki dan dua anak perempuan.

Isterinya bernama Masni ( Hajjah Hasanah Masni ) binti Kyai Abdul Karim, lahir di Lebaksiu Kidul tahun 1918 dan meninggal dunia pada tahun 2000.

Apabila ilmu membuat martabak adalah sebuah ilmu yang bermanfaat ( Al IlmuNafi ) dan berguna bagi kemaslahatan umat, maka dengan mengharap ridho Allah Subhanahu wata’ala semoga Abdullah bin Hasan Almalibary beserta pengikut-pengikutnya diterima amal ibadahnya dan diampuni dosa-dosanya. Amin.