1. Amalan Selamatan/kenduri beberapa malam setelah
saudara/keluarga/tetangga kita meninggal (malam pertama, kedua,
ketiga, ketujuh dan seterusnya) adalah terbalik dng yang dianjurkan
oleh Rosulullah SAW dimana Rosulullah telah menganjurkan tetangga
memasak makanan/minuman untuk keluarga yang berduka guna
meringankan kesedihan & kesusahan mereka. Keluarga yang telah
ditimpa kesedihan tersebut terpaksa menyediakan makanan & membeli
segala sesuatu untuk mereka yang datang membaca Tahlil/doa &
mengaji.Tidakkah mereka yang hadir & makan tersebut tidak khawatir
termakan harta anak yatim yang ditinggalkan oleh si mati atau harta
peninggalan si mati yang belum dibagikan kepada yang berhak menurut
Islam ?

2. Kalau datang ke resepsi/pesta pernikahan/khitanan selalu berisi
hadiah/uang waktu bersalaman. Kalau tidak ada uang maka kita segan
untuk pergi. Tetapi kalau mendatangi tempat orang meninggal. kita
tidak malu untuk salaman tanpa isi/uang. Sepatutnya pada saat kita
mendatangi tempat orang meninggallah kita seharusnya memberi
sedekah. Sebenarnya jika ke Resepsi/pesta pernikahan/khitanan,
tidak memberipun tidak apa-apa, karena tuan rumah yang mengundang
untuk memberi restu kepada mempelai & makan bukan untuk menambah
pendapatannya.

3. Ketika datang ke sebuah gedung/rumah mewah atau menghadiri rapat
dng pejabat, kita berpakaian bagus, rapi & indah tapi bila
menghadap Allah baik di rumah maupun di Mesjid, pakaian yang
dipakai adalah pakaian seadanya. Tidakkah ini suatu perbuatan yang
terbalik ?

4. Kalau bertamu ke rumah orang diberi kue/minum, kita merasa malu
untuk makan sampai habis, padahal yang dituntut adalah jika
hidangan tidak dimakan akan menjadi mubazir dan tidak menyenangkan
tuan rumah.

5. Kalau Sholat Sunnah di Mesjid sangat rajin tapi kalau di rumah,
malas. Sedangkan sebaik-baik Sholat Sunnah adalah yang dilakukan
di rumah seperti yang dianjurkan oleh Rosulullah SAW untuk
menghindari rasa riya’/pamer.

6. Bulan Puasa adalah bulan mendidik nafsu termasuk nafsu makan
yang berlebihan tetapi kebanyakan orang mengaku bahwa biaya makan
dan belanja di bulan puasa adalah yang tertinggi dalam setahun.
Padahal seharusnya yang terendah. Bukankah terbalik amalan kita ?

7. Kalau untuk menjalankan ibadah haji, sebelum berangkat, banyak
orang mengadakan Selamatan/do’a bersama tetapi setelah kembali dari
Haji, tidak ada do’a bersama untuk bersyukur. Anjuran do’a
bersama/selamatan dalam Islam diantaranya adalah karena selamat
dari bermusafir/perjalanan jauh bukan karena akan bermusafir.
Bukankah amalan ini terbalik ? Atau kita mempunyai tujuan lain ?

8. Semua orang tua akan kecewa jika anak-anaknya gagal dalam ujian.
Maka dicari & diantarlah anak-anak ke tempat kursus walau dengan
biaya tinggi. Tapi kalau anak tidak dapat membaca Al-Qur’an,
mereka tidak berusaha mencari/mengantar anak-anak ketempat kursus
baca Al-Qur’an atau kursus pelajaran Islam. Kalau guru kursus
sanggup dibayar sebulan Rp.300.000,00 perbulan untuk satu pelajaran
dan 8 kali pertemuan saja, tapi kepada Ustadz yang mengajarkan
mengaji hanya Rp.100.000,00 perbulan untuk 20 kali pertemuan.
Bukankah terbalik amalan kita ? Kita sepatutnya lebih malu jika
anak tidak dapat baca Al-Qur’am atau Sholat dari pada tidak lulus
ujian.

9. Siang-malam, panas-hujan badai, pagi-petang kita bekerja
mengejar rezeki Allah dan mematuhi peraturan kerja. Tapi ke rumah
Allah (Mesjid) tidak hujan tidak panas, tidak siang, tidak malam
tetap tidak datang ke Mesjid. Sungguh tidak tahu malu manusia
begini, rezeki Allah diminta tapi untuk mampir ke rumahNya segan
dan malas.

10. Seorang isteri kalau mau keluar rumah dengan suami atau tidak,
berhias secantik mungkin. Tapi kalau di rumah….???Sedangkan yang
dituntut seorang isteri itu berhias untuk suaminya bukan untuk
orang lain. Perbuatan amalan yang terbalik ini membuat rumah tangga
kurang bahagia. Cukup dengan contoh-contoh di atas, Marilah kita
berlapang dada menerima hakikat sebenarnya.Marilah kita beralih
kepada kebenaran agar hidup kita menurut landasan dan ajaran Islam
yang sebenarnya bukan yang digubah mengikuti selera kita. Allah
yang menciptakan kita, maka biarlah Allah yang menentukan peraturan
hidup kita.